REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, TNI akan selalu memantau dan menyikapi perkembangan situasi di Laut Cina Selatan (LCS). TNI akan selalu berpedoman dan mematuhi kebijakan politik luar negeri pemerintah.
Menurut Panglima TNI, terkait situasi di LCS, kebijakan politik luar negeri pemerintah adalah mewujudkan kondisi perdamaian dan stabilitas. Sehingga, semua pihak tidak melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan ketegangan di sekitar kawasan LCS.
Tidak hanya itu, Panglima TNI menegaskan, TNI akan terus berupaya memperkuat kehadiran dan kemampuan TNI di LCS. Penguatan ini termasuk peningkatan secara kuantitas dan kualitas dari unsur gelar dan waktu patroli. Ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo saat menggelar rapat terbatas di atas KRI Imam Bonjol-383, di Kepulauan Natuna, Kamis (23/6).
''Kami terus berupaya memperkuat kehadiran dan kemampuan TNI di kawasan LCS, baik secara kuantitas maupun kualitas unsur gelar dan waktu patroli, serta peningkatan kemampuan dukungan Pangkalan TNI. Presiden sudah tegas menyatakan, TNI harus mampu mempertahankan kedaulatan RI, sekaligus memelihara hubungan baik dengan negara di kawasan,'' kata Panglima TNI di Jakarta, Kamis (23/6).
Sebelumnya, personel TNI AL melakukan penangkapan terhadap kapal nelayan ikan asal Cina di sekitar perairan Laut Natuna. Kapal nelayan Cina itu diduga kuat melakukan pelanggaran berupa pencurian ikan di sekitar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Langkah ini sempat diprotes pemerintah Cina.
Pasalnya, Cina mengklaim perairan Natuna, yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, termasuk dalam kawasan perairan tradisional nelayan Cina. Cina memang telah melakukan klaim di LCS melalui konsep Sembilan Garis Putus-Putus (Nine Dash Line).
Klaim Cina ini diikuti dengan meningkatknya ketegangan di Laut Cina Selatan lewat sejumlah protes oleh sejumlah negara, termasuk Filipina, Vietnam, dan Malaysia.