REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman penggusuran terhadap ratusan warga di Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, kini semakin dekat. Pekan lalu, pemerintah daerah setempat telah menerbitkan surat peringatan pertama (SP1) kepada penduduk yang tinggal di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung tersebut.
Ketua RT 05/12 Bukit Duri, Jasandi menuturkan, warga di kampungnya merasa kian resah dan terintimidasi sejak kehadiran SP1 itu. Dia menganggap Pemda DKI sengaja mengembangkan suasana yang tak nyaman di tengah-tengah masyarakat Bukit Duri menjelang perayaan Idul Adha tahun ini.
"Kami dipaksa untuk membongkar sendiri bangunan rumah kami, padahal ini sudah mau Lebaran Idul Adha," ujar Jasandi, saat berbincang dengan Republika, Selasa (6/9).
Menurut dia, SP1 yang dikeluarkan Pemda DKI itu menyebabkan sejumlah warga di sana menjadi resah dan panik. Bahkan, ada beberapa tetangganya yang terpaksa membongkar rumah mereka karena tak ingin berurusan dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
"Di RT saya ada lima atau enam rumah yang sudah dibongkar sendiri oleh pemiliknya. Namun demikian, jumlah warga yang memilih tetap bertahan jauh lebih banyak," ucapnya.
Ketua RT 06/12 Bukit Duri, Mulyadi mengatakan, Pemda DKI Jakarta tak bisa seenaknya membongkar paksa permukiman di kampungnya. Sebab, tanah yang hendak dieksekusi Pemda DKI di kawasan itu saat ini tengah disengketakan oleh warga Bukit Duri melalui gugatan kelompok (class action) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dalam putusan sela yang dibacakan pada awal bulan lalu, majelis hakim PN Jakarta Pusat melarang Pemprov DKI dan instansi terkait lainnya melakukan kegiatan yang berhubungan dengan proyek normalisasi Sungai Ciliwung hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap. Majelis hakim berpendapat, larangan itu bertujuan agar proyek tersebut tidak menimbulkan masalah yang dapat merugikan warga Bukit Duri di kemudian hari.
Aktivis dari komunitas Ciliwung Merdeka, Isnu Handono mengatakan, dua hari pascakeluarnya SP1 dari Pemda DKI, warga Bukit Duri langsung mendaftarkan gugatan ke PTUN untuk meminta pembatalan surat peringatan tersebut. Menurut dia, langkah hukum itu diambil warga untuk mencari keadilan atas kesewenang-wenangan penguasa terhadap mereka.
Isnu berpendapat, Pemda DKI seharusnya mematuhi perintah PN Jakarta Pusat untuk menangguhkan proyek normalisasi Ciliwung, alih-alih memaksakan penggusuran terhadap perkampungan Bukit Duri. "Saya tak habis pikir, mengapa Pemda DKI begitu ngotot (menggusur warga). Sementara, ini perkaranya masih disidangkan di PN Jakpus," katanya.
Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Wheni Soemarwi menuturkan, saat ini pihaknya masih menunggu jadwal sidang perkara gugatan SP1 penggusuran yang dilayangkan warga Bukit Duri tersebut di PTUN Jakarta. Dia berharap proses peradilan ini bisa tuntas dalam waktu dekat.
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan akhirnya melayangkan SP1 penggusuran 168 bidang hunian di kawasan Bukit Duri pada Selasa (30/8) pekan lalu. SP1 itu antara lain berisi perintah kepada para warga pemilik hunian untuk mengosongkan dan membongkar sendiri bangunan tempat tinggal mereka dalam waktu 7×24 jam setelah surat tersebut dilayangkan.