REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap menggusur rumah warga di Bukit Duri, Jakarta Selatan meski kini masih dalam proses gugatan hukum. Langkah ini dinilai bentuk arogansi dan kepongahan Pemprov DKI sekaligus pengangkangan terhadap hukum.
Anggota Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, warga Bukit Duri telah menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan bersama (class action) ke pengadilan terkait rencana penggusuran Pemprov DKI. Namun, cara damai itu justru digilas oleh kesewenang-wenangan Pemprov DKI yang meratakan rumah warga dengan tanah.
"Yang dirobohkan bukan hanya rumah, tapi juga kehidupan," kata Fahira dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/9).
Menurutnya, warga yang direlokasi ke rumah susun harus memeras otak untuk menghadapi tekanan hidup yang baru. Bukan hanya soal ongkos transportasi ke tempat kerja atau lokasi usaha mereka yang sekarang jauh. Mereka juga harus mencari cara agar bisa membayar biaya sewa rusun, tagihan listrik, belum lagi memikirkan anak yang harus pindah sekolah.
Fahira menyesalkan sikap Pemprov DKI. Sebab, kata dia, pengadilan telah menerima gugatan warga yang meminta Pemprov tidak melanjutkan pembangunan normalisasi Kali Ciliwung selama sidang berlangsung. Tapi, hal itu ternyata tak digubris oleh Pemprov.