Jumat 23 Dec 2016 06:58 WIB
Penyusunan RUU Penyelenggaraan Pemilu

Proses Pembahasan Harus Terbuka dan Partisipatif

Rep: Harus Husein/ Red: Agus Yulianto
Pemilu 2014 (ilustrasi)
Foto: Republika/Musiron
Pemilu 2014 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR dan Pemerintah sudah mulai membahas RUU Penyelenggaraan Pemilu. Sebagai fondasi hukum untuk penyelenggaraan Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan secara serentak untuk pertama kali, maka tantangan dalam menyusun RUU ini tentu saja tidak entang. Apalagi, di tengah banyaknya isu dan persoalan yang mesti dituntaskan di dalam menyusun RUU ini, para pembentuk undang-undang dihadapkan pada sisa waktu pembahasan yang sangat singkat.

Jika merujuk pengalaman Pemilu 2014, dan merujuk ketentuan yang disusun oleh Pemerintah di dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu yang sedang dibahas, maka tahapan Pemilu 2019 mesti sudah dimulai pada Juni 2017. "Keharusan ini berangkat dari adanya ketentuan bahwa tahapan pemilu selambat-lambatnya dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara," tulis Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Penyelenggaraan Pemilu, seperti diterima Republika.co.id. Koalisi ini terdiri dari ICW, PSHK, LIMA, PERLUDEM, JPPR, KODE INISIATIF, PSHK, CSIS, LSPP, IPC, KPI, ILAB, PUSAKO UNAND, dan lain-lain.

Hitungan waktu ini, menurut koalisi, dikedepankan dengan asumsi bahwa pemungutan suara Pemilu 2019 akan dilaksanakan pada bulan April 2019, bulan yang sama dengan pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2014. Oleh sebab itu, pembentuk undang-undang mesti punya strategi yang jitu dan skala prioritas yang terukur untuk bisa menyelesaikan RUU Penyelenggaraan Pemilu ini tepat waktu. Keharusan untuk menyelesaiakan RUU di dalam waktu yang cepat, kata koalisi, tentu juga bukan menjadi alasan hasil RUU Penyelenggaraan Pemilu menjadi cacat substansi.

"Jika itu yang terjadi, maka bencana besar sedang konsolidasi demokrasi Indonesia dalam menuju pemilu serentak," katanya. Berangkat dari kondisi ini, pembentuk undang-undang mesti realistis. Pendekatan pembahasan mesti dimulai dengan penyesuaian ketentuan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan [emilu yang akan dilaksanakan serentak. Kemudian, proses pembahasan juga mesti berpijak pada seluruh poin evaluasi pengalaman Pemilu 2014 dan Pilkada 2015.

Terakhir, hal yang paling penting dan menjadi alasan utama dilaksanakannya konsolidasi masyarakat sipil ini adalah meminta keterbukaan proses pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu oleh pembentuk undang-undang. Kami dari koalisi masyarakat sipil berkomitmen akan mengawal proses pembahasan ini dari awal hingga tuntas. "Selain itu, Kami juga akan senantiasa memberikan masukan dan rekomendasi dari sekian isu yang akan dibahas di dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu ini," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement