Senin 06 Mar 2017 16:30 WIB

Kuota Impor Garam Diminta tak Berlebihan

Rep: Lilis Handayani/ Red: Nur Aini
Petani memanen garam (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petani memanen garam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,CIREBON – Stok garam di tingkat petani di Jabar saat ini kosong akibat fenomena La Nina pada 2016. Meski petani menilai kebijakan impor garam saat ini tepat, tetapi mereka meminta agar kuota impor hanya sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan.

 

Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik mengatakan, petani garam di Jabar saat ini tidak memiliki stok garam karena mereka tidak bisa berproduksi sepanjang 2016. Fenomena La Nina yang menyebabkan tingginya curah hujan sepanjang tahun lalu, membuat lahan garam tak bisa diolah.

 

‘’Kalaupun ada sedikit petani yang bisa memproduksi garam, produksinya sangat minim. Garam itupun langsung dijual saat panen,’’ ujar Taufik kepada Republika.co.id, Senin (6/3).

 

Taufik menyebutkan, stok garam di Jabar saat ini hanya dimiliki pengepul atau tengkulak. Namun, itupun jumlahnya hanya sekitar 2.000 ton. Padahal, dalam kondisi normal, produksi garam di Jabar mencapai lebih dari 500 ribu ton.

 

Taufik mengungkapkan, minimnya stok garam itu membuat harga garam di tingkat pengepul menjadi sangat tinggi. Yakni di kisaran Rp 1.400 per kg. Padahal, saat awal 2016, harga garam di tingkat petani hanya berkisar Rp 200 per kg.  

 

Menurut Taufik, akibat melambungnya harga garam, belasan industri rumahan garam meja di Kabupaten Cirebon menjadi bangkrut. Pasalnya, mereka tidak kuat membeli bahan baku garam yang harganya sangat tinggi. "Kalau modalnya saja tinggi, nanti berapa mereka harus menjual garam produksi mereka ke pembeli? Ini kan sulit. Mereka akhirnya memilih tidak berproduksi,’’ ujar Taufik.

 

Dengan melihat kondisi di lapangan, Taufik menilai kebijakan impor garam yang saat ini dilakukan pemerintah, sebagai langkah yang tepat. Hal ini karena, impor garam dipandang bisa memenuhi kebutuhan garam saat ini. Apalagi, impor tersebut sekarang ini tidak mempengaruhi nasib petani garam.

 

Namun meskipun begitu, Taufik meminta kepada pemerintah agar menetapkan kuota impor garam secara bijak. Dia berharap agar impor garam dilakukan hanya sesuai kebutuhan di lapangan. "Jangan jor-joran. Harus didasarkan pada data yang valid tentang kebutuhan garam,’’ kata Taufik.

 

Taufik mengatakan, jika kondisi cuaca tahun ini memungkinkan, maka para petani garam pasti akan memproduksi garam di lahan-lahan milik mereka. Karenanya, jika saat ini impor garam dilakukan secara berlebihan, maka nanti akan menghancurkan harga garam petani. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, produksi garam di Kabupaten Cirebon sepanjang 2016 hanya 1.600 ton. Jumlah itu turun drastis dari produksi tahun sebelumnya yang mencapai 504 ribu ton.

 

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Muhidin mengungkapkan, penurunan produksi garam di Kabupaten Cirebon sepanjang 2016 memang terjadi akibat pengaruh La Nina. Kondisi itu jauh berbeda dibandingkan 2015 yang dipengaruhi fenomena El Nino yang membuat produksi garam berlimpah. "Patokannya cuaca. Kalau cuacanya bagus, maka produksi bisa mencapai ratusan ribu ton. Tapi jika cuaca ekstrem ya paling hanya ribuan ton,’’ kata Muhidin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement