REPUBLIKA.CO.ID, ROTE -- Pengadilan Rote Ndao pada Kamis (16/3) mengumumkan Abraham Louhenapessy atau dikenal sebagai Kapten Bram dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta untuk mengganti enam bulan ekstra dalam penjara. Hukuman tersebut dijatuhkan karena tuduhan penyelundupan manusia ke Australia.
Dia telah membantu mengatur lebih dari 1.500 imigran yang diselundupkan ke Australia dan pergi hingga ke Kenya untuk menghindari pihak berwenang. Dia berperan dalam mengorganisir perahu. Ia juga diduga menyuap pihak berwenang Australia dengan lebih dari 30 ribu dolar AS pada 2015.
Hakim Ketua Hiras Sitanggang mengatakan tidak ada pembenaran atas kejahatan yang dilakukan pria berusia 56 tahun itu. Ia telah melakukan kasus pelanggaran imigrasi di Indonesia, di mana wilayah maritimnya luas.
Pria yang mengaku sebagai pengusaha itu adalah yang terakhir dari delapan orang yang akan dihukum atas usaha yang gagal pada 2015. Sementara satu orang lainnya yang dikenal sebagai Suresh, adalah satu-satunya orang yang terlibat yang belum tertangkap.
Vishvanathan Thineshkumar, yang merupakan dalang di balik penyelundupan, juga dikenal sebagai Kugan, pada tahun lalu dipenjara selama lima setengah tahun. Di Pengadilan Bram mengaku telah didekati oleh Kugan pada Februari 2015 untuk membantu mengatur perahu ke Australia. Namun Bram diduga mengatakan kepada Kugan, Australia tidak mungkin lagi untuk dijadikan tujuan, dan tujuan yang direncanakan diubah ke Selandia Baru.
Bram sempat didenda Rp 25 juta pada 2010 atas usaha yang gagal untuk membawa 254 pencari suaka asal Sri Lanka ke Australia pada tahun sebelumnya, 2009. Namun karena kurangnya hukum penyelundupan di Indonesia pada saat itu, ia hanya didakwa dengan pelanggaran maritim dan tidak dipenjara.
Lalu pada 2016 polisi mengatakan Bram melarikan diri dari Indonesia, menuju ke Thailand dan Kenya untuk menghindari pihak berwenang. Dia akhirnya kembali ke Jakarta di mana ia ditangkap pada September tahun lalu dan didakwa di Indonesia dengan hukum penyelundupan.
Menurut SBS, Kamis (16/3), Bram diberi sekitar Rp 1,5 miliar untuk mengatur perahu. Dia juga menyewa orang lain untuk direkrut sebagai kru dan dia sendiri yang menjadi kaptennya.
Dengan biaya sekitar 6.000 dolar AS per orang, 65 pencari suaka berangkat dari Jawa Tengah pada 30 April 2015, berhenti di berbagai lokasi di seluruh nusantara, termasuk Jawa Barat dan Pulau Rote. Setelah meninggalkan Pulau Rote (timur dari Bali), mereka dihentikan dua kali oleh para pejabat Australia. Pertama kali mereka diperingatkan mereka tidak dapat masuk Australia. Kedua kalinya, ia mencoba menyuap pejabat Australia sebesar 32 ribu dolar AS.
Kugan dan Bram menerima hukuman lebih rendah dari yang diminta oleh jaksa. Kugan dituntut hukuman penjara 13 tahun dan Bram sembilan tahun.