REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Lukman Edi mengungkap wacana penambahan 19 kursi baru anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Periode 2019-2024. Hal itu kata Lukman, isu yang turut mengemuka dalam pembahasan Pansus RUU Pemilu dan telah mendapat sinyal persetujuan oleh Pemerintah.
Menurut Lukman, kesepakatan Pansus dengan Pemerintah tersebut didasari karena adanya daerah-daerah yang dinilai perwakilannya masih sangat kurang. Khususnya daerah kesepakatan pansus dengan pemerintah bahwa daerah-daerah yang selama ini terzalimi jumlah jatah kursinya itu kurang dari sebenarnya harus dilengkapi.
"Kesepakatan Pansus dengan Pemerintah bahwa daerah-daerah yang selama ini terzalimi jumlah jatah kursinya itu kurang. Nah kita sudah hitung berdasarkan di masing-masing provinsi ini ada 19 kursi DPR, itu dari daerah-daerah yang minus atau defisit itu wajib kita lengkapi," kata Lukman Edi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Senin (17/4).
Namun demikian, terkait penambahan apakah berjumlah 19 kursi, Lukman belum dapat memastikannya. Semula, Pemerintah mengusulkan hanya lima penambahan kursi untuk daerah otonomi baru. Namun kemudian berkembang menjadi 19 kursi dari daerah-daerah yang dinilai masih kurang jumlah perwakilannya. Ia pun menyerahkan kepada Pemerintah jumlah kursi DPR yang akan ditambah tersebut.
"Sekarang pertimbangannya kita kembalikan kepada Pemerintah, Pemerintah menghitung yaitu 19 ini terpenuhi, yang defisit dilengkapi tapi yang kelebihan itu mau dikurangi atau tetap, atau misalnya tidak boleh berubah maka jumlah anggota DPR menjadi 579," kata Lukman.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu mengungkap 19 kursi DPR itu diperuntukkan kepada daerah otonomi baru dan beberapa daerah yang dinilai masih kurang kursi diantaranya Kepulauan Riau, Riau, Papua, Kalimantan Selatan, Papua.
Sementara, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu Demokrasi (Perludem) Heroik Muttaqien Pratama menilai wacana penambahan 19 kursi baru DPR tidak menjawab persoalan saat ini. Ia menilai, ketimbang menambah jumlah kursi lebih baik merealokasi kursi perwakilan daerah
"Jadi lebih baik realokasi kursi kalau misalnya memang ada daerah yang berlebih, bisa kemudian digeser ke daerah yang kurang perwakilan," kata Heroik.
Hal ini kata dia lantaran selama ini jumlah kursi yang ada tidak disesuaikan dengan proposionalitas alokasi kursi ke provinsi. Padahal sejatinya proposionalitas alokasi kursi ke masing-masing provinsi juga harus terjamin.
Ia mencontohkan, untuk Pemilu 2014 saja misalnya, masih banyak provinsi yang memperoleh kursi yang tidak sesuai dengan jumlah penduduknya dan terdapat pula provinsi yang memperoleh kursi berlebihan atau over representated.
Ia mencontohkan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Riau merupakan daerah yang mengalami kekurangan kursi. Riau misalnya, dengan jumlah penduduk sebanyak 5.543.031 seharusnya berhak meraih 13 kursi DPR.
Namun pada realitasnya, berdasarkan UU 8/2012 hanya dialokasikan 11 kursi. Begitu pula dengan Jawa Tengah yang seharusnya memperoleh 77 kursi bukan 75 kursi.
Selain itu Provinsi Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan misalnya yang justru mendapatkan kursi berlebih yakni 4.845.998 jumlah penduduk di Sumatera Barat setara dengan 11 kursi DPR bukan 14 kursi.
Tidak hanya itu kata dia, selama ini alokasi kursi untuk penduduk Indonesia di luar negeri digabung dengan DKI Jakarta. Menurutnya, padahal penduduk Indonesia di luar negeri berhak memiliki wakilnya sendiri.
"Maka menambah jumlah kursi DPR tidak mampu menjawab proposionalitas representasi politik antara warga negara dengan wakilnya terutama di level provinsi, realokasi kursi DPR ke Provinsi lebih utama untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan linkage antara rakyat dengan wakil rakyatnya," kata Heroik.