Senin 29 May 2017 16:07 WIB

Ini Pasal yang Digunakan untuk Berhentikan Ahok

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terpidana kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kedua kiri).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terpidana kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kedua kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPRD DKI Jakarta akan menggelar rapat paripurna istimewa untuk mengesahkan pemberhentian Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta, Selasa (30/5) besok. Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik mengusulkan agar Ahok diberhentikan menggunakan UU No 10/2016 tentang Pilkada, bukan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Kalau saya begini, ya sudahlah ini kita pakai yang paling gampang saja. Berarti itu pakai UU Pilkada saja," kata Taufik kepada wartawan di kantor DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (29/5).

Menurut Taufik UU No 10/2016 tentang Pilkada lebih mudah dipakai untuk memberhentikan Ahok, lantaran mantan bupati Belitung Timur itu mundur karena permintaannya sendiri. Selain itu, bila menggunakan UU tersebut, pengusulan pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Djarot Saiful Hidayat sebagai Gubernur juga lebih mudah.

Karena, bila menggunakan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah Ahok seperti diberhentikan secara tidak hormat dan tidak mendapat dana pensiun. "Nah kalau dia kenanya yang ini (tindak pidana) kan repot. Enggak bisa diberhentikan secara terhormat dan enggak ada pensiun. Sudahlah, sebagai kawan saya bilang UU Pilkada saja supaya cepat," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement