REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai, Perppu Ormas diterbitkan bukan sekedar menjadi legitimasi pembubaran beberapa ormas yang sudah di bidik sebelumnya semisal HTI. Lebih dari itu, menurutnya Perppu tersebut bisa menjadi legitimasi untuk mengaborsi kelompok ormas atau kelompok apapun dengan asumsi bertentangan terhadap Pancasila.
"Padahal persoalan krusial yakni persepsi dan tafsiran Pancasilais dan tidak itu debateble. Parameter sangat kabur, namun cenderung kepentingan kekuasaan menjadi determinasi konstruksi parameter atau indikatornya," kata Harits dalam pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Jumat (14/7).
Maka dari itu, lannut Harits, perlu kejelasan siapa yang mempunyai otoritas menafsirkan satu entitas itu sesuai Pancasila atau sebaliknya. Jika tidak jelas, maka akan menjadi bias dan liar, sehingga akhirnya cenderung politis.
Harits juga berharap, Perppu tersebut tidak diloloskan menjadi Undang-Undang. Sebab, jika disahkan menjadi UU, maka berpotensi membuat warga negara menjadi mudah dipidana, minimal 5 tahun dan maksimal seumur hidup. "Rezim akan berubah menjadi monster bagi warga negaranya," kata Harits.
Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Perppu tersebut diterbitkan dengan alasan, UU Ormas tidak memberikan kewenangan yang cukup untuk dapat mengenakan sanksi yang efektif kepada Ormas yang dianggap bertentangan dengan pancasila dan undang-undang dasar 1945.