REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai UU Pemilu dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 tidak mempunyai basis argumen konstitusi. Menurutnya angka 20 persen hanya untuk memuluskan perjalanan partai tertentu untuk memenangkan kembali Pilpres 2019.
"Jujur ini (presidential threshold 20 persen, Red) angka yang sama sekali tidak mempunyai basis argumen konstitusi. Kecuali ya sekadar agar memudahkan pencalonan dan menang saja dalam pemilu berikut," kata Margarito saat dihubungi Republika.co.id, Senin (24/7).
Margarito juga menilai, presidential threshold 20 persen bertentangan dengan konstitusi. Padahal, seharusnya DPR tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan hukum sekasar itu yang berpotensi menginjak-injak prinsip-prinsip konstitusi.
"Kita mesti menempatkan prinsip-prinsip konstitusi itu di atas segala-galanya. Bukan kekuatan kelompok-kelompok, ekspektasi-ekspektasi kelompok apa pun alasannya," ucap Margarito.
Seperti diketahui, RUU Pemilu dengan presidential threshold 20 persen yang diajukan partai-partai koalisi pemerintah disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPR Setya Novanto pada Jumat (21/7). Sementara itu empat partai yakni Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS melakukan walkout dalam sidang paripurna tersebut lantaran tidak setuju dengan presidential threshold 20 persen.