Jumat 29 Sep 2017 15:39 WIB

Mengurangi Ketimpangan, Mempersempit Radikalisme

Red: Karta Raharja Ucu
Klinik Asri telah melayani 72 ribu pasien.
Foto:
Petani Sedahan Jaya sedang berincang di depan eks kamp warga eks Gafatar.

Di Begasing, Yayasan Asri mengelola enam hektare lahan reboisasi. Menurut Jono, tiadanya sumber kayu legal membuat warga Begasing mengambil kayu hutan secara ilegal untuk memenuhi permintaan kayu dari eks anggota Gafatar.

Mereka membangun kamp di Sidorejo, mengolah lahan pertanian di Begasing seluas 20 hektare. "Berdasarkan hasil monitoring, lahan yang digarap di Begasing adalah lahan masyarakat lokal di luar kawasan TNGP," ujar Kepala Balai TNGP Dadang Wardhana.

Mereka memilih sawah di pinggir sungai yang jauh dari permukiman untuk kamp. Ada 16 keluarga dengan jumlah jiwa lebih dari 50 orang. Tetapi, kamp mereka baru ada 12 pintu rumah panggung berlantai kayu, sehingga yang empat keluarga lagi masih tinggal di rumah kontrak.

Yang tinggal di rumah kontrak ini ada yang membuat warga bersikap waspada. "Ada warga meninggal, rumahnya persis sebelah rumah yang mereka sewa, tak ada di antara mereka yang muncul untuk takziah," ujar Pusdianto, pengurus masjid Sedahan Jaya.

Tetapi, lantaran surat-surat pindah mereka lengkap, mereka dibolehkan tinggal di Sedahan Jaya kendati warga tetap waspada. "Waktu mau beli lahan untuk kamp, mereka juga lapor," ujar Hamisah.

Kendati warga mewaspadai eks Gafatar, warga tetap membantu mereka jika ada kesulitan. Ketika kamp mereka kebanjiran, anak-anak mereka ditampung di rumah warga. Mereka juga diterima berobat di Klinik Asri.

Mereka pun berupaya menarik simpati. Saat mereka panen perdana, mereka membagi gabah ke warga lokal. Kata mereka, seperti diceritakan Pusdianto, itu bagian dari zakat/sedekah yang harus mereka bayar. Hasil panen lainnya, seperti ubi, jagung, sayuran, dijual dengan harga miring.

Ini juga membuat warga lokal heran, karena mereka tidak menyimpan hasil panen untuk mereka sendiri. Warga di sekitar TNGP memang banyak yang kekurangan, tetapi setelah ada program Yayasan Asri, mereka bisa memproduksi padi dan sayuran organik, sehingga tak membutuhkan lagi bantuan beras. 

Kepala Desa Sedahan Jaya, Nazanadira, mengungkapkan, warganya menaruh curiga karena aktivitas yang eksklusif dan adanya pemberitaan bahwa Gafatar adalah organisasi radikal yang ingin membentuk negara dalam negara.

"Kami nggak pernah ingin mendirikan negara, cuma ingin membangun negara dengan diri sendiri," kata Ubay, eks Gafatar yang pernah tinggal di kamp Sedahan Jaya.

Dengan alasan mereka eks Gafatar, maka warga menolak keberadaan mereka. Mereka kemudian diserahkan ke pemerintah kabupaten untuk dievakuasi pada Januari 2015. Tetapi, warga tak sampai bertindak anarkistis radikal dengan membakar kamp seperti yang terjadi di Mempawah.

Bagaimana pengaruh usaha Yayasan Asri melestarikan hutan dan memperbaiki perekonomian warga terhadap upaya menangkal radikalisme? Analisis berbagai pihak menyebutkan, akar radikalisme adalah kemiskinan.

Usaha Yayasan Asri membuktikan, dari 89 persen pembalak liar yang sudah insyaf pada kurun 2007-2017, yang bekerja di perusahaan ada 14 persen, di pabrik minyak sawit 13 persen. Yang menjadi pedagang empat persen, menjadi nelayan dua persen, menjadi pekerja konstruksi 1,5 persen. Paling banyak menjadi petani organik , mencapai 52 persen.

"Kami belum pernah berpikir bahwa usaha kami bisa mencegah radikalisme, tapi bisa jadi ada pengaruhnya juga," ujar Monica.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement