REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berencana melakukan perlawanan terhadap Undang-undang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) yang telah disahkan DPR. HTI berniat melakukan perlawanan konstitusi gugatan di PTUN dan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK)
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengatakan, gugatan ke PTUN atau MK bisa saja dilakukan. Namun, ketika HTI akan menggugat akan sulit dilakukan. Sebab Ormas ini sudah tidak memiliki legal standing lantaran telah dibubarkan.
"Ya dia (HTI) kan sudah bubar sudah enggak punya legal standing. Tapi kan banyak, enggak perlu HTI. Siapa saja boleh, ormas lain ajukan saja ke MK kan sudah jadi UU. Kita tunggu saja apa putusan MK-nya," ujar Jimly di Istana Kepresidenan, Kamis (26/10).
Dia menjelaskan, sepanjang peraturan ini menjadi UU maka siapapun bisa keberatan dan melakukan gugatan asalkan sesuai dengan aturan. Namun, mereka tetap harus bisa menghormati keputusan Perppu Ormas yang sudah disahkan menjadi UU.
Menurutnya, setiap Perppu apalagi di bidang politik selalu menuai pro kontra. Pemerintah dan DPR tinggal melakukan perbaikan jika memang ada pasal yang dianggap bermasalah dan perlu untuk diubah.
"Jadi menurut saya terima saja, tapi siap-siap diperbaiki kalau memang ini menimbulkan masalah," ujarnya.
Selain itu, Jimly meminta pemerintah bisa mengaplikasikan UU ini tidak hanya terhadap ormas. Harus ada kejelian dari pemerintah mengenai keterikatan ormas dan partai politik (parpol). Sebab, saat ini banyak ormas yang merupakan afiliasi parpol atau sebaliknya.