Senin 18 Dec 2017 16:00 WIB

BI Ikut Dorong Penyaluran Bantuan Sosial Nontunai

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
 Petugas keamanan melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas keamanan melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mendukung penyaluran bantuan sosial secara nontunai untuk memperluas akses keuangan masyarakat. Hal itu mendorong target Strategi Nasional Keuangan Inklusif sebesar 75 persen pada 2019.

Deputi Gubernur BI, Sugeng, menjelaskan, kondisi akses keuangan di Indonesia masih kurang menggembirakan. Hal itu tercermin dari rendahnya tingkat inklusi keuangan di Indonesia. Berdasarkan survei terakhir Bank Dunia pada 2014 hanya sebesar 36 persen. Artinya, hanya 36 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening pada lembaga keuangan formal.

Menurutnya, rendahnya tingkat inklusi keuangan tersebut dapat berakibat negatif pada berbagai aspek. Dari sisi masyarakat, eksklusivitas keuangan berdampak pada tidak adanya budaya menabung sehingga masyarakat tidak memiliki dana untuk berjaga-jaga ataupun keperluan di masa depan. Selain itu, eksklusivitas keuangan juga dapat menutup peluang masyarakat untuk memupuk asset, sehingga tidak dapat meningkatkan kesejahteraan, serta menyebabkan inefisiensi dalam melakukan transaksi pembayaran.

Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ujarnya, eksklusivitas keuangan dapat menghambat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sehingga berakibat pada kurang optimalnya fungsi intermediasi dari lembaga keuangan. Selain itu, eksklusivitas keuangan juga dapat memperbesar shadow economy atau transaksi ekonomi yang tidak tercatat sehingga rawan menimbulkan tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta mengurangi buffer bagi sistem keuangan apabila terjadi kondisi resesi.

"Akhirnya, bagi perekenomian nasional, eksklusivitas keuangan dapat memperlebar kesenjangan sosial, tidak mendukung penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan inefisiensi secara nasional," kata Sugeng dalam seminar nasional bertema Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai Sebagai Strategi Perluasan Akses Keuangan Masyarakat, di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (18/12).

Dengan memperkirakan dampak negatif yang dapat terjadi, lanjutnya, kebutuhan terhadap perluasan akses keuangan menjadi hal yang tidak dapat ditunda lagi. Oleh karena itu, pada 2016, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menerbitkan Perpres Nomor 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

Perpres tersebut diterbitkan untuk memperkuat komitmen para pihak dalam mewujudkan perluasan akses keuangan, khususnya bagi masyarakat unbanked. Target utama yang ingin dicapai melalui Perpres tersebut adanya kenaikan tingkat inklusi keuangan menjadi 75 persen pada 2019.

Dalam mencapai target tersebut, SNKI telah menetapkan lima pilar, yakni Edukasi Keuangan, Hak Properti Masyarakat, Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi Keuangan, Layanan Keuangan pada Sektor Pemerintah, serta Perlindungan Konsumen. Kelima pilar tersebut ditopang oleh tiga pondasi dasar, berupa Kebijakan dan Regulasi yang Kondusif, Infrastruktur dan Teknologi Informasi Keuangan yang Mendukung, serta Organisasi dan Mekanisme Implementasi yang Efektif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement