REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menjelaskan hal yang paling utama untuk pemberian Justice Collabolator (JC) adalah terdakwa bukanlah pelaku utama. JC adalah status untuk terdakwa yang ingin bekerja sama dengan KPK dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkannya.
"Yang Utama pemberian JC Itu ialah bahwa seseorang yang bukan pelaku Utama ,pada bagian lain yang bersangkutan memberikan banyak keterangan yang akan membuat kasus menjadi lebih terang tentang keterlibatan dan peran serta setiap pihak yang terkait," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (19/12).
Saut melanjutkan, sejalan dengan proses jalannya persidangan ataupun pemeriksaan, KPK akan melihat sejauh apa peran seseorang pada setiap kasus. Setelah itu, kata Saut, barulah para pimpinan KPK akan memutuskan apakah JC dapat diberikan kepada seseorang.
Sampai saat ini terdakwa kasus korupsi KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto belum mempertimbangkan akan mengajukan JC seperti tiga terdakwa KTP-el lainnya, Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus. "Sejauh ini belum ada pengajuan (dari Setya Novanto)," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.
Diketahui, tiga terdakwa kasus korupsi KTP-el, telah mengajukan diri sebagai justice collaborator dan mengakui perbuatannya. Mereka adalahmantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Bahkan, Irman mengaku telah mengembalikan seluruh uang yang diterimanya.
KPK juga menerima permohonan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai justice collaboratordalam kasus ini pada September 2017. KPK tentunta akan mempertimbangkan apakah terdakwa kooperatif dan mengakui kesalahannya, serta konsisten di persidangan hingga membuka peran aktor lainnya. Pertimbangan itulah yang menjadi dasar KPK dalam memutuskan pemberian justice collaborator kepada terdakwa.