Ahad 07 Jan 2018 08:31 WIB

Ada Jejak Pasukan Hizbullah di Wisata Salak Endah,

Rep: Achmad Syalaby Ichsan/ Red: Agus Yulianto
Gunung Salak
Gunung Salak

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa tahun ini, Kawasan Wisata Gunung Salak Endah menjadi alternatif bagi warga Jabodetabek untuk menghabiskan libur tahun baru. Ribuan warga berburu pesona belasan air terjun yang ada di Kawasan Taman Nasional Halimun Salak tersebut. Meski harus merogoh kocek puluhan ribu rupiah untuk bisa memasuki objek wisata di Jalan Gunung Bunder, Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu, pengunjung masih tetap berdatangan.

Namun, tak banyak orang tahu jika kawasan wisata itu menyimpan nilai sejarah. Di balik keindahan alamnya, desa wisata ini merupakan petilasan terakhir pasukan Hizbullah wilayah Bogor Barat pimpinan Mayor Sholeh Iskandar, tokoh pergerakan yang mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah. Para gerilyawan yang tergabung dalam Batalyon O ini dikenal mumpuni dalam menjaga kedaulatan RI seusai Perjanjian Renville. Usai perang kemerdekaan, mereka ingin tetap tinggal di Bogor Barat.

Ketua Kampung Veteran Lokapurna Sudarsono menjelaskan, keberadaan Kampung Veteran berawal dari inisiatif para anggota Batalyon O Hizbullah. Mereka memohon kepada jawatan kehutanan untuk meminjam lahan di sekitar Salak Endah pada 1967. Para veteran yang tidak mendapatkan uang pensiun ingin melanjutkan hidup di daerah sekitar basis pertahanannya, yakni Leuwi Liang dan Jasinga. Mereka menolak ikut program transmigrasi pemerintah ke luar Jawa.

“Inisiatornya itu Bapak Muhammad Fa’i, ayah saya sendiri. Dia masih anak buahnya Pak Sholeh Iskandar,” ujar Sudarsono saat berbincang dengan Republika.co.id di kediamannya di Desa Gunung Sari, Pamijahan, Bogor, belum lama ini.

Muhammad Fa’i lantas menyusun keanggotaan untuk membuat satu wadah bernama Proyek Pertanian Veteran. Sebanyak 75 anggota Legiun Veteran mengajukan diri untuk meminjam kawasan hutan lindung yang berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Halimun Salak. Pada 1972, surat keputusan menteri veteran pun keluar sebagai legalitas proyek pertanian veteran. Ratusan hektare lahan hutan lindung di kawasan Gunung Salak Endah pun beralih fungsi menjadi hutan produksi.

Pada awalnya, kawasan tersebut dikelola tanpa batasan tertentu. Sudarsono menjelaskan, luas pengelolaan para veteran bahkan mencapai 600 hektare. Mereka membuat lahan pertanian dan peternakan yang hasilnya masih dikonsumsi sendiri. Kemudian, Menteri Kehutanan Sujarwo ketika itu membuat batas pancang hutan produksi yang dikelola oleh veteran. “Kemudian keluarlah 266 hektare,” kata dia.

Lambat laun, banyak orang luar yang datang ke kawasan Salak Endah. Mereka pun tertarik dengan alamnya yang asri. Belum lagi, kawasan ini dikenal dengan banyaknya curug (air terjun) yang ada di banyak titik. Mereka pun mulai membeli lahan dan mendirikan vila juga penginapan. “Dari sana terjadi peralihan. Setelah ditinggalkan orang tua (para veteran), akhirnya pindah tangan,”kata dia.

Hingga kini, Sudarsono yang juga akrab disapa Enday ini mengungkapkan, Yayasan Kampung Veteran Lokapurna berfokus ke bidang wisata. Bisnis jasa ini, ujar dia, jauh lebih menguntungkan. Pada musim liburan, dia menjelaskan, setidaknya ada seribu pengunjung yang hendak menikmati wisata di Salak Endah. Pihak yayasan kemudian membentuk koperasi sebagai pengelola wisata. Pengawasannya masih di bawah Taman Nasional Halimun Salak.

Hanya saja, Enday mengaku, masih banyak pengunjung yang tidak mengetahui sejarah kawasan ini. Enday pun berharap adanya sebuah museum di Salak Endah yang bisa bercerita tentang sepak terjang veteran pasukan Batalyon O Hizbullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement