REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kembali menggelar sidang gugatan yang diajukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait pembubaran Ormas. Agenda sidang pada hari Kamis (11/1) ini, adalah acara pembuktian berupa penyampaian bukti tertulis (surat) dari HTI sebagai pihak penggugat.
Kuasa hukum Kemenkumhan I Wayan Sudirta mengatakan, bahwa bukti yang dibawa HTI dalam sidang sangat menguatkan posisi pemerintah. Sebab saat menyoal akte pendirian HTI, justru itu adalah titik lemahnya HTI.
"Lihat pasal 2, dipasal 2 bukti yang bersangkutan menyatakan bahwa ini dalam kerangka undang-undang keormasan. Padahal HTI jelas bukan ormas tapi partai pembebasan. Di pasal 4 jelas-jelas dicantumkan di akte pendirian berdasarkan Pancasila dan UUD. Namun, penggugat menyatakan tidak setuju dengan Pancasila dan UUD 1945," tuturnya di PTUN Jakarta Timur, Kamis (11/1).
HTI, sambung I Wayan, justru setuju dengan khilafah. "Artinya apa? Dari bukti yang diajukan ini. Sesungguhnya HTI harus taat dengan Pancasila dan UUD. Tapi di lapangan mereka tidak konsisten. Hal ini sama dengan sebuah syarat, sebuah permohonan dikabulkan karena syaratnya itu tidak ditepati," jelasnya.
Kuasa hukum Kemenkumham lainnya Teguh Samudera menambahkan, prinsip tata usaha negara itu adalah bahwa yang diserang harusnya adalah ketidakabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Sebab, menurutnya, ketidakabsahan KTUN itu adalah karena pelanggaran terhadap UU atau asas-asas pemerintahan yang tidak baik. Sedangkan dari bukti-bukti yang diajukan oleh pihak HTI yang dibuktikan dalam sidang penyampaian bukti tertulis tidak mendukung dari dalil gugatan.
"Dan tidak ada 1 bukti HTI yangg mendukung bahwa keluarnya Sengketa Tata Usaha Negara (SKTUN) atau KTUN jadi objek sengketa itu bertentangan dengan perturan perundang-undangan yang berlaku atau bertentangan dengan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Sehingga kami yakin, gugatan HTI akan ditolak," ucapnya.
Sementara itu, HTI melalui kuasa hukumnya Gugum Ridho Putra menyampaikan, pihaknya belum menerima salinan asli surat pembubaran HTI dari pihak Kemenkumham.
Adapun, bukti yang diajukan oleh HTI adalah pemberitaan-pemberitaan yang ada di media menuliskan, rencana pemerintah membubarkan HTI yang sudah sejak 8 Mei 2017. Pada saat itu belum ada Perppu Ormas dan masih berlaku undang-undang Ormas yang lama, yaitu Undang-Undang 17 tahun 2013.