REPUBLIKA.CO.ID, PARKLAND -- Pelaku penembakan massal di Florida, Nikolas Cruz (19 tahun), mengaku kepada polisi dia menembak siswa yang dia lihat di lorong dan di halaman sekolah. Pengakuan ini dirilis polisi dalam laporan penangkapan yang dikeluarkan pada Kamis (15/2).
Laporan tersebut mengungkapkan, Cruz membawa tas jinjing dan ransel hitam tempat ia menyembunyikan senjata. Dia tiba di Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland dengan Uber pada pukul 14.19 waktu setempat pada Rabu (14/2) dan langsung mengeluarkan senapan semi-otomatis AR-15.
Selain menembak di lorong dan di halaman sekolah, Cruz juga menembaki siswa di dalam lima ruang kelas di lantai satu dan dua gedung khusus mahasiswa baru. Dia kemudian membuang senapan, rompi, dan amunisi yang dibawanya di sebuah tangga, lalu bercampur dengan siswa lain yang panik dan berhasil melarikan diri.
Setelah meninggalkan sekolah, Cruz berjalan ke Walmart dan membeli minuman di Subway. Dia juga berhenti di McDonald's. Cruz ditangkap polisi tanpa perlawanan saat ia tengah menyusuri jalan pada pukul 15.41 waktu setempat.
"Dia tampak seperti murid SMA biasa, dan untuk beberapa saat saya berpikir, apakah ini orang yang harus saya tangkap?" kata Michael Leonard, seorang petugas polisi.
Cruz didakwa dengan 17 tuduhan pembunuhan berencana, satu untuk setiap orang yang dibunuhnya. Dia ditahan di penjara utama Broward County, menurut asisten penjaga umum penjara Gordon Weekes.
Senjata yang digunakan Cruz dibeli secara legal di Sunrise Tactical Supply di Florida. Menurut laporan penangkapan polisi, Cruz membelinya pada Februari 2017.
"Tidak ada undang-undang yang dilanggar dalam kepemilikan senjata ini," kata Peter J. Forcelli, agen khusus yang bertanggung jawab untuk Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak di Miami, seperti dilaporkan laman New York Times.
Di Florida, senapan AR-15 lebih mudah dibeli daripada pistol. Insiden penembakan ini menjadi salah satu dari 10 insiden penembakan massal paling mematikan dalam sejarah modern AS. Tiga di antaranya terjadi dalam lima bulan terakhir.
Korban penembakan Cruz adalah 14 siswa dan tiga pengajar, yang berusia antara 14 sampai 49 tahun. Seorang pelatih sepak bola bernama Aaron Feis dan seorang guru geografi tewas tertembak saat mereka menyelamatkan siswa di dalam kelas.
Cruz tiba di pengadilan pertamanya dengan mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye. "Dia sedih. Dia sedih. Dia benar-benar menyadari apa yang sedang terjadi, dan dia hanya manusia yang bermasalah," ujar pembela Melisa McNeill.
Para pengacara saat ini masih berusaha mengumpulkan rincian mengenai kehidupan Cruz. Cruz diduga memiliki riwayat penyakit jiwa yang cukup signifikan dan pernah mengidap autis serta ketidakmampuan untuk belajar.
Sejak kematian ibunya tahun lalu, Cruz ternyata tinggal bersama keluarganya yang lain. Keluarga Sneads yang mengurusnya mengaku telah melihat tanda-tanda depresi Cruz, namun tidak ada yang mengindikasikan dia mampu melakukan kejahatan semacam ini.
Pengacara keluarga Sneads, Jim Lewis, mengatakan keluarga tersebut telah mengizinkan Cruz untuk membawa senapannya ke rumah mereka. Mereka bersikeras agar dia menyimpannya di dalam sebuah kotak yang dikunci.
Seorang anak laki-laki di keluarga Sneads mengaku sempat berkirim pesan dengan Cruz di hari penembakan itu. "Tapi tidak ada yang gila dalam pesan itu," kata Lewis, menjelaskan keterangan kliennya.
Wakil Presiden Eksekutif Broward Health, Gino Santorio, mengatakan Rumah Sakit Broward Health North telah menjalankan protokol keselamatan dengan baik saat Cruz tiba di sana sesaat setelah penangkapan. "Staf memperlakukan tersangka seperti semua pasien yang mereka obati," kata Santorio.
Manajer kesiagaan darurat untuk sistem kesehatan Broward Health, Kelly Keys, mengatakan Broward Health North menerima sembilan pasien dari insiden penembakan ini, termasuk tersangka. Dua pasien meninggal dunia, tiga pasien masih dirawat, dan tiga lainnya telah diizinkan pulang.