Selasa 06 Mar 2018 05:49 WIB

Angin Kebebasan Wanita Arab Saudi

Wanita Arab Saudi bakal semakin berpeluang aktif di ranah publik.

Wanita Saudi menjalani pelatihan sebagai pemandu wisata.
Foto: saudigazette.com
Wanita Saudi menjalani pelatihan sebagai pemandu wisata.

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Fira Nursya'bani

Berkat keputusan kerajaan, pada Juni tahun ini wanita Arab Saudi akan diizinkan mengemudi untuk pertama kalinya sejak 1990. Langkah simbolis itu akan mengubah kehidupan wanita di negara tersebut, yang masih harus meminta izin wali laki-laki untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka untuk bepergian, belajar, dan bahkan membuka rekening bank.

Memungkinkan wanita mengemudi juga akan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi lebih besar dalam angkatan kerja. Reformasi sosial yang sedikit terlambat ini dilakukan setelah House of Saud terpukul oleh penurunan harga minyak dunia sejak 2015.

"Ini bukan hanya reformasi sosial, ini adalah bagian dari reformasi ekonomi. Kepemimpinan kami percaya, inilah saat yang tepat untuk melakukan perubahan karena di Arab Saudi, kami memiliki masyarakat yang muda, dinamis, dan terbuka. Kami bukan orang Barat atau Timur. Kami sedang melakukan modernisasi," kata Duta Besar Arab Saudi untuk AS, Pangeran Khaled bin Salman, pada September lalu.

Khaled Batrefe, profesor psikologi di Universitas al-Faysal, menjelaskan, reformasi baru ini adalah serangkaian tindakan yang telah secara bertahap dipersiapkan oleh negara Muslim Suni ultrakonservatif itu untuk mengintegrasikan wanita ke dalam masyarakat.

"Memberi hak kepada wanita Saudi untuk mendapatkan pendidikan dan melakukan perjalanan tanpa teman laki-laki, serta mendorong semua orang untuk ikut melakukan langkah ini," kata Batrefe.

Dia mencatat, Arab Saudi sebelumnya banyak merekrut wanita dari luar negeri untuk mengisi posisi di sejumlah bidang, seperti ginekolog. Namun, sekarang ada banyak wanita Saudi sendiri yang mengisi posisi-posisi penting itu.

Batrefe menekankan, tawaran untuk memberdayakan wanita mungkin akan mendapatkan penentangan dari orang-orang radikal yang mempraktikkan doktrin Wahabisme. "Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah menindak orang-orang ini, tetapi langkah ini sudah terlambat selama 40 tahun," ungkapnya kepada the Media Line.

Terlepas dari sejarah pembatasan represif terhadap wanita, Riyadh saat ini secara terbuka telah berkomitmen untuk meningkatkan tingkat wanita pekerja dari 22 persen menjadi 30 persen dengan mereformasi sistem ekonomi dan hukum. Menurut Batrefe, Arab Saudi pada umumnya siap untuk melakukan perubahan semacam ini.

Visi 2030 telah menjadi program utama Putra Mahkota Mohammed bin Salman bin Abdulaziz al-Saud untuk membuka Arab Saudi ke dunia yang lebih modern. Program ini mencakup reformasi yang luas dan bahkan membawa negara kembali ke Islam yang lebih moderat.

Mohammed bin Salman yang kini berusia 32 tahun kemungkinan akan terus menerapkan program reformasi domestiknya di Arab Saudi selama beberapa dekade yang akan datang. Di sisi lain, dia telah mendapatkan kritik atas sikap agresifnya terhadap Iran, serta dianggap mendalangi blokade regional terhadap Qatar, dan menyebabkan pertumpahan darah di Yaman.

"Selalu ada janji untuk perubahan di kerajaan, tetapi tidak ada yang telah dicapai. Saat ini ada perubahan yang terlambat, seperti mengizinkan wanita mengemudi. Namun, kebebasan wanita bukan merupakan fokus utama, melainkan perekonomian negara," ujar Mohammed Al Rushoodi, warga Riyadh.

Tingkat pengangguran Arab Saudi naik ke level tertinggi pada 12,8 persen tahun lalu. Kerajaan memperkenalkan PPN pertamanya sebesar lima persen pada 1 Januari dan mulai menghapus subsidi bahan bakar.

Jadi, saat wanita berada di belakang kemudi dan memakan banyak bahan bakar untuk mengisi tangki kendaraan mereka, lapangan pekerjaan justru masih sulit ditemukan bagi banyak orang. n ap ed: yeyen rostiyani

sumber : Reuters, Anadolu
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement