REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Departemen Luar Negeri AS akan memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara (Korut) terkait kasus pembunuhan Kim Jong-nam. AS menyatakan, saudara seayah pemimpin Korut itu telah dibunuh oleh serangan kimia di Malaysia atas perintah Kim Jong-un.
"Ini penghinaan publik terhadap norma-norma universal, terhadap penggunaan senjata kimia, yang menunjukkan sifat ceroboh Korut dan menggarisbawahi bahwa kita tidak dapat mentolerir program WMD (senjata pemusnah massal) Korut dalam bentuk apa pun," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert, dikutip BBC.
AS telah secara konsisten menuduh Korut berada di belakang pembunuhan terhadap Kim Jong-nam. Sanksi baru yang mulai berlaku pada 5 Maret ini sebagian besar hanya bersifat simbolis, bergabung dengan serangkaian sanksi-sanksi ekonomi AS lainnya terhadap Korut.
Pengumuman tersebut disampaikan sehari setelah delegasi tingkat tinggi Korea Selatan (Korsel) kembali dari Pyongyang untuk melakukan pertemuan dengan Kim Jong-un. Kim dengan Presiden Korsel Moon Jae-in juga telah mengatur sebuah pertemuan penting bulan depan.
Pertemuan ini akan menjadi pertemuan pertama selama lebih dari satu dekade antara kedua Korea. Pertemuan ini juga merupakan yang pertama sejak Kim Jong-un mengambil alih kekuasaan di Korut pada 2011.
Kim Jong-nam meninggal dunia setelah dua wanita mengoleskan wajahnya dengan racun agen saraf VX di Bandara Internasional Kuala Lumpur II, pada Februari 2017. Kedua wanita itu kini sedang menjalani proses pengadilan di Malaysia.
Selama hidupnya, Kim Jong-nam terasing dari dinasti keluarganya yang menguasai pemerintahan Korut. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya di luar negeri, seperti di Macau dan Singapura.
Setelah ayahnya, Kim Jong-il, meninggal dunia, Kim Jong-nam dilangkahi Kim Jong-un sebagai pemimpin baru Korut. Dalam sebuah buku yang dikeluarkannya pada 2012, Kim Jong-nam melawan kekuasaan keluarganya sendiri dan mengatakan Kim Jong-un tidak memiliki kualitas kepemimpinan.