REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Diponegoro Semarang, Fronthea Swastawati, mengatakan Pemerintah harus membentuk tim untuk menelusuri lebih lanjut asal bahan baku yang diimpor untuk mengisi produk ikan makarel kalengan yang ditemukan bercacing. Itu dilakukan agar ada peninjauan hukum dari kasalahan standar pangan tersebut.
“Sebaiknya dibentuk tim khusus untuk menulusuri bahan baku ini. Misalnya dari KKP (Kementrian Kelautan Perikanan) RI, peneliti dari perguruan tinggi, dari BPOM, bahkan mungkin nanti juga akan ada tinjauan hukum seperti apa,” kata Fronthea kepada Republika.co.id, Jumat (30/3).
Sebab, menurutnya, saat ini Pemerintah telah memiliki aturan bagi perusahaan yang memproduksi kaleng. Peraturan tersebut mengatur semua hal tentang bagaimana sebuah perusahaan itu harus memproduksi ikan kaleng.
Ia menerangkan, penelusuran bahan baku itu seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi pengolah ikan kaleng. “Bahan baku dari mana harus kita teliti. Itu kan ada persyaratan bahan baku, antara lain kan ikan itu harus memiliki nilai organoleptic di atas 7, kemudian kesegarannya terjamin, terus dia kan ada persyaratan mengenai komposisi yang ada di sana,” kata dia.
Dengan adanya aturan atau standar ini, ia berpendapat, perusahaan lalai dalam pemenuhan standar tersebut. Sehingga, sudah semestinya penarikan produk-produk itu harus dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah pabrik yang memproduksi ikan kaleng itu.
Ia juga berpendapat, dengan menelusuri bahan baku sampai tuntas maka akan menimbulkan kejelasan dan langkah-langkah yang lebih baik ke depannya. Sehingga, hal ini menjadi jelas dan tidak membuat masyarakat khawatir.
“Sehingga itu harus ditelusuri dan menurut saya ini harus diselesaikan secara tuntas, agar tidak menjadi kekhawatiran masyarakat. Kalau begini kan semua orang jadi takut makan ikan kaleng,” kata Fronthea.
Sebelumnya, BPOM RI merilis ada sebanyak 27 merek produk ikan makerel kalengan dinyatakan positif terdapat parasit cacing di dalamnya. BPOM pun melakukan pengawasan dengan penarikan merek-merek tersebut dari pasaran di seluruh Indonesia.