Selasa 03 Apr 2018 16:28 WIB

Rusia Tuntut Akses Hasil Penyelidikan Skripal

Rusia akan berupaya mendapatkan akses ke data yang dihimpun terkait kasus Skripal

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Polisi Inggris berjaga di dekat rumah seorang mantan agen intelijen Rusia, Sergei Skripal yang diserang dengan zat agen saraf.
Foto: Andrew Matthews/PA via AP
Polisi Inggris berjaga di dekat rumah seorang mantan agen intelijen Rusia, Sergei Skripal yang diserang dengan zat agen saraf.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia menuntut akses terhadap hasil penyelidikan kasus penyerangan Sergei Skripal. Kasus ini diselidiki oleh Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW).

Perwakilan Permanen Rusia untuk OPCW Alexander Shulgin mengatakan, mengutip sekretariat teknis OPCW, mereka telah setuju untuk berbagi informasi tentang penyelidikan dengan Dewan Eksekutif organisasi hanya jika Inggris menyetujui hal tersebut. "Pengacara kami telah memeriksa referensi sekretariat teknis untuk ketentuan kerahasiaan dan pendapat kami adalah referensi ini batal. Kami telah mengirim catatan yang relevan ke sekretariat teknis dan sekarang menunggu jawaban," kata Shulgin pada Senin (2/4), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.

Menurut Shulgin, para ahli OPCW hanya akan memberikan kesimpulan tentang komposisi kimia dari agen saraf yang digunakan untuk menyerang Skripal dan putrinya di Inggris awal Maret lalu. "Para ahli teknis hanya akan dapat menghasilkan satu hasil, yaitu pada komposisi kimia dari agen yang digunakan di Salisbury, tanpa indikasi asal negara dan identifikasi pihak yang bersalah," ujarnya.

Shulgin mengatakan Rusia akan berupaya mendapatkan akses ke data yang dihimpun terkait kasus penyerangan Skripal. "Kami menuntut akses ke rekaman dari kamera pengawas, transkrip percakapan telepon, sampel yang dipilih oleh ahli Inggris dan dianalisis di laboratorium Porton Down (laboratorium kimia dekat Salisbury)," kata Shulgin.

Dewan Eksekutif OPCW akan berkumpul dan menggelar sesi luar biasa pada 4 April. Menjelang sidang Kementerian Luar Negeri Rusia telah membuat daftar pertanyaan untuk Inggris dan sekretariat teknis OPCW.

Kasus penyerangan Sergei Skripal (66 tahun) dan putrinya Yulia (33 tahun) telah memicu krisis diplomatik Inggris dengan Rusia. Skripal merupakan warga Inggris yang pernah menjadi agen intelijen militer Rusia.

Ia dan putrinya diserang menggunakan agen saraf kelas militer bernama Novichok pada 4 Maret lalu. Informasi terakhir, Skripal dan putrinya masih dalam keadaan kritis.

Inggris menuding Rusia menjadi dalang aksi penyerangan Skripal. Tuduhan ini didasarkan pada fakta bahwa agen saraf Novichok pernah dikembangkan pada era Uni Soviet pada tahun 1970-an. Rusia membantah tegas tudingan tersebut.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya tidak lagi memiliki senjata kimia. Semua senjata kimia milik Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah pengawasan organisasi internasional.

Ketika aksi saling tuding masih berlangsung, Perdana Menteri Inggris Theresa May, pada 15 Maret lalu, memutuskan mengusir 23 diplomat Rusia dari negaranya. May mengklaim 23 diplomat yang diusirnya merupakan agen mata-mata Rusia yang menyamar.

Rusia membalas hal tersebut dengan melakukan hal serupa. Kremlin mengusir 23 diplomat Inggris dan menghentikan seluruh kegiatan British Council di Rusia.

Kemudian pada Senin (26/3), Amerika Serikat (AS) memutuskan mengusir 60 diplomat Rusia dari negaranya dan memerintahkan penutupan konsulat Rusia di Seattle. Pengusiran ini dilakukan masih berkaitan dengan dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan Skripal.

Setidaknya 20 negara anggota Uni Eropa juga telah mendukung Inggris. Dukungan diberikan dengan cara mengusir diplomat-diplomat Rusia yang diyakini sebagai agen mata-mata. Sekitar 45 diplomat Rusia telah terusir dari beberapa negara Eropa hingga saat ini.

Pemerintah Australia juga mengambil tindakan serupa. Mereka mengusir dua diplomat Rusia guna menunjukkan solidaritas kepada Inggris.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement