Senin 09 Apr 2018 14:33 WIB

Akses Bantuan Kemanusiaan di Myanmar Makin Terbatas

PBB memerintahkan Myanmar membuka akses tanpa batas bagi relawan bantuan kemanusiaan.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nur Aini
Seorang gadis berdiri di depan sebuah tempat penampungan PBB untuk pengungsi Rohingya yang tinggal di dalam negeri di Myanmar.
Foto: Reuters:/Soe Zeya Tun (File)
Seorang gadis berdiri di depan sebuah tempat penampungan PBB untuk pengungsi Rohingya yang tinggal di dalam negeri di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Asisten Sekretaris Jendral PBB untuk Urusan Kemanusiaan Ursula Mueller mengatakan, akses kemanusiaan di Myanmar makin memburuk. Hal itu diungkapkan Mueller setelah melakukan kunjungan ke sejumlah daerah konflik di Myanmar.

"Akses kemanusiaan di Myanmar memburuk secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Bukan hanya di Rakhine, melainkan juga di negara bagian Kachin dan Shan," kata Mueller, seperti diwartakan Anadolu Agency, Senin (9/4).

Kunjungan Mueller dilakukan ke sejumlah kawasan yang terkena konflik di Myanmar. Kedatangannya selama enam hari itu dimanfaatkan untuk mendatangi daerah seperti Rakhine bagian barat, kawasan utara Kachin, dan timur laut negara bagian Shan.

Menurut Mueller, saat penopang kehidupan warga terputus, hal tersebut akan memberikan dampak nyata terhadap kemanusiaan. Dia meminta pemerintah untuk segera mengakhiri pembatasan dan memberikan akses tanpa batas guna membiarkan sukarelawan bantuan melakukan pekerjaan praktis.

Mueller juga meminta pemerintah untuk memberikan perlindungan kemanusiaan bagi seluruh warga yang membutuhkan bantuan. Dalam kesempatan itu, Mueller juga mengunjungi fasilitas transit repartriasi warga Rohingya yang didirikan di Maungdaw.

Saat berkunjung ke Maungdaw, Mueller mengaku melihat area bekas desa Rohingya yang telah dibakar atau dihancurkan militer Myanmar. Maungdaw merupakan salah satu kota di negara bagian Rakhine yang menjadi sasaran kekerasan militer terhadap minoritas muslim Rohingya.

Kekerasan tersebut membuat sekitar 700 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. "Ada krisis kemanusiaan di perbatasan Banglades-Myanmar yang berpengaruh terhadap kelompok masyarakat yang tidak memiliki status kewarganegaraan," kata Mueller.

Terkait repatriasi, Mueller mengatakan, pemerintah Myanmar belum siap melakukan hal tersebut. Dia mengungkapkan, hal itu karena belum adanya akses akan layanan kesehatan bagi mereka. Hal itu juga ditambah lagi kekhawatiran tentang perlindungan warga Rohingya dalam proses pemindahan.

Mueller mengaku khwatir situasi tersebut akan menghambat proses repatriasi. Sebab, dia menuntut keseriusan Pemerintah Myanmar terkait proses repatriasi yang telah tercapai dengan Pemerintah Bangladesh pada November tahun lalu.

"Saya meminta Pemerintah Myanmar untuk mengakhiri kekerasan agar pengungsi dari Banglades yang berada di Cox Bazar dapat kembali dengan sukarela dan dengan cara terhormat," kata Mueller.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement