REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran mengaku skeptis dengan keinginan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menemui Presiden Iran Hassan Rouhani. Teheran mengatakan, diskusi dengan Iran hanya akan terjadi jika AS kembali ke dalam pakta nuklir 2015.
"Dia yang percaya jika dialog dapat menjadi metode untuk memecahkan masalah secara beradab harus berkomitmen tentang hal itu," kata penasihat politik Presiden Rouhani, Hamid Aboutalebi, Selasa (31/7).
Pernyataan Aboutalebi mengacu pada komitmen AS terhadap Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Paman Sam diketahui keluar dari pakta nuklir yang disepakati pada 2015 lalu bersama dengan Rusia, Cina, Jerman, Inggris, dan Prancis.
Baca juga, AS Ingin Menghapus Iran dari Pasar Minyak Dunia.
Presiden Trump menilai, ada kecacatan dalam perjanjian tersebut dan hanya akan kembali jika JCPOA direvisi sesuai keinginan AS. Pakta nuklir Iran membuat Teheran terhindar dari sanksi ekonomi internasional. Kendati, keluarnya Paman Sam dari kesepakatan itu otomatis kembali mendekatkan Iran pada sanksi ekonomi yang bahkan lebih ketat lagi dari AS.
Trump Vs Rouhani
Sanksi sepihak itu rencananya akan mulai diterapkan pada Agustus yang mengincar sektor perbankan. Kemudian pada November, yang membidik bidang perminyakan Teheran.
Hamid Aboutalebi menambahkan, diskusi dengan Iran juga hanya akan terjadi jika AS menghormati hak-hak bangsa sambil mengurangi permusuhan dengan Iran. Dia mengatakan, pemenuhan hal-hal di atas akan membuka jalan untuk dapat dilakukannya pembicaraan antara Iran dan Amerika.
Presiden Donald Trump sebelumnya mengaku siap mengadakan pertemuan dengan Presiden Hassan Rouhani kapan pun. AS bahkan tidak akan mengajukan syarat apa pun agar pertemuan dapat benar-benar dilangsungkan.
Namun, kalaupun pertemuan diadakan, bukan berarti sanksi ekonomi yang akan diterapkan kepada Teheran akan ditangguhkan atau bahkan diangkat.
Trump mengatakan, AS akan tetap menuntut Iran untuk mengekang program nuklir serta aktivitas mereka di Timur Tengah dan dukungan terhadap kelompok milisi di regional.
Kepala Komite Parlemen yang berpengaruh pada keamanan nasional dan kebijakan luar negeri Iran Heshmatollah Falahatpisheh menuntut hal serupa jika pertemuan dengan Presiden Rohani dapat terlaksana.
Dia mengatakan, kembalinya AS ke dalam kesepakatan nuklir akan mengakhiri ketidakpastian ekonomi yang dibutuhkan Teheran sebelum memikirkan negosiasi dengan Paman Sam.
"Tidak akan bisa ada negosiasi dengan AS yang mengangkat masalah pembicaraan dari posisi kekuasaan," kata Falahatpisheh sambil menekankan jika keputusan Trump untuk keluar dari pakta nuklir merupakan pukulan terbesar dalam dunia diplomasi.