Rabu 01 Aug 2018 09:04 WIB

Rocky Gerung Pertanyakan Lambannya MK Memutus Gugatan PT

MK belum bisa memastikan kapan gugatan itu akan diputus.

Rep: Amri Amrullah/Dedy Darmawan Nasution/ Red: Muhammad Hafil
Rocky Gerung
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Rocky Gerung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Sosial Politik, Rocky Gerung turut mempertanyakan lambannya Mahkamah Konstitusi (MK) memutus gugatan Presidential Threshold (PT) 20 persen yang kini telah berproses hampir dua bulan di MK. Rocky menyebut penundaan setiap putusan strategis yang berimplikasi politis pada penguasa seringkali ada persekongkolan di dalamnya.

"Di dalam penundaan selalu ada persekongkolan," kata Rocky dalam diskusi 'Hapus Ambang Batas Nyapres. Darurat Demokrasi, Darurat Konstitusi' di kantor PP Muhammadiyah, Selasa (31/7).

Penundaan yang Rocky maksud adalah sikap MK yang tidak segera memutuskan gugatan PT 20 persen, di mana aturan tersebut jelas telah melanggar konstitusi. Gugatan ke MK soal aturan PT 20 persen didaftarkan sejak 13 Juni lalu, dan hingga dua bulan, Rocky melihat seolah olah MK tidak menganggap penting gugatan ini. Padahal gugatan ini menyangkut hak politik warga negara.

Baca juga: MK Diminta Segera Putuskan Gugatan Ambang Batas

Dalam keadaan seperti ini, menurut dia, masyarakat kemudian berpikir ulang efektifitas tugas MK untuk memurnikan kembali aturan sesuai konstitusi. Karena itu, kata dia, publik menginginkan MK kembali melakukan peran aktif untuk demokrasi yang lebih baik.

"Orang sekarang menunggu fatwa dari MK, tapi MKnya pasif dengan kondisi demokrasi dan politik yang dinamis saat ini," kata Rocky.

Rocky menyebut awalnya kelompok yang tidak senang dengan gugatan PT 20 persen melihat gugatan ke MK ini untuk memback up kepentingan politik tertentu. Seperti partai atau calon tertentu, Gerindra dan Demokrat atau Prabowo dan SBY.

"Tapi keduanya sekarang sudah bikin koalisi. Mereka gak peduli lagi dengan threshold ini, karena bisa maju tanpa ada putusan gugatan ini. Tapi bagi kita bukan itu," sebut Rocky.

Gugatan beberapa kelompok civil society ke MK soal PT 20 persen ini, ditegaskan dia, adalah hak warga negara untuk aktif di dalam politik. Apalagi, kata dia, dibalik gugatan ini ada hak dari pemilih pemula yang tidak pernah tahu kalau suaranya telah diijonkan di 2014, ketika mereka belum bisa memilih.

Baca juga: Jokowi Persilakan Ambang Batas Pencapresan Digugat

"Mereka tidak pernah tahu bahwa capres sekarang ditentukan di 2014 oleh parpol yang tidak mereka pilih di 2014, karena mereka belum bisa memilih. Jadi demi itu sebenarnya, demi masuk akal berpolitik, karena soal dalil hukumnya aturan PT 20 persen sudah selesai, jelas melanggar konstitusi," kata Rocky.

Karena itu menurut dia gugatan PT 20 persen ini segera diputuskan MK untuk dibatalkan, karena hal yang sangat jelas. Rocky mengatakan MK kini tidak ada alasan lain, selain memutuskan dengan segera menggunakan dalil baru, yakni perlu urgensi segera menjelang pelaksanaan pilpres 2019 mendatang.

Sebelumnya sebanyak 12 orang yang terdiri dari pegiat pemilu, mantan ketua KPK, dan akademisi mengajukan permohonan uji materi ke MK tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden di Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Ke-12 orang yang mendaftarkan gugatanya ke MK pada bulan lalu itu adalah Rocky Gerung, Busyro Muqoddas, Hadar Navis Gumay, Bambang Widjojanto, Dahnil Azhar Simanjuntak, dan Titi Anggraini dengan kuasa hukum Denny Indrayana.

Sementara, Sekjen MK Guntur Hamzah mengatakan, waktu putusan MK soal gugatan ini belum bisa dipastikan. Pasalnya, proses rapat permusyawaratan hakim (RPH) secara internal masih berlangsung. Pertimbangan RPH pun belum dipastikan kapan akan selesai.

“Saya belum bisa memastikan. Kami juga tidak bisa membicarakan perkara yang sedang berlangsung. Jadi mohon maaf belum bisa (disampaikan),” kata Guntur usai konferesni pers di gedung MK, Selasa (31/7).

Guntur mengungkapkan, dirinya pun tak bisa memberikan informasi lebih detail karena setiap perkara hanya hakim MK yang mengetahui. Para hakim, lanjut dia, akan mempertimbangkan semua aspek. Baik aspek konstitusi maupun dinamika yang berkembang di masyarakat.

Baca juga: Jimly: Uji Materi PT Perlu Diputus Sebelum Daftar Capres

Guntur mengatakan, rata-rata masa judicial review memakan waktu rata-rata tiga bulan bahkan selesai hampir dua tahun. Waktu judcial review sangat bergantung berat-ringan perkara yang ditangani para hakim MK. Termasuk, seberapa banyak saksi atau ahli yang akan ditampilkan pihak penggugat.

Di sisi lain, gugatan terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 belum menjadi prioritas MK. Sebab, para hakim sedang konsen dengan perkara pilkada dan hanya diberi waktu 45 hari untuk menentukan keputusan.

Kalaupun keputusan MK nanti dikeluarkan mendekati akhir masa pendaftaran capres-cawapres, Guntur pun tak bisa memastikan apakah MK bisa memberikan rekomendasi penambahan waktu pendaftaran. Seperti diketahui, masa pendaftaran capres-cawapres digelar pada tanggal 4-10 Agustus 2018.

Namun, berdasarkan pengalaman MK, ada perkara dimana MK bisa memberikan suatu rekomendasi. Perkara tersebut yakni soal rekomendasi peserta Pemilukada tahun 2013 agar bisa mencoblos menggunakan KTP dan KK. “Saya tidak bisa nyatakan bisa atau tidak, tapi pengalaman ada. Banyak pertimbangan untuk mengambil putusan,” kata Guntur.

Baca juga: Ketidakjelasan Sikap PAN, Prabowo: Tahu Kamu atau Tahu Saya?

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement