REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) berakhir tanpa komunike atau pernyataan kesepakatan bersama pada Ahad (18/11). Hal itu terjadi karena adanya perselisihan perdagangan antara Cina dan Amerika Serikat (AS).
Para pemimpin negara anggota APEC gagal mencapai konsensus perdagangan dan memutuskan tidak merilis komunike seperti yang biasa dilakukan seusai perhelatan KTT. AS dan Cina bertikai mengenai apakah komunike harus menyematkan kritik tentang praktik perdagangan Cina serta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Ini adalah kali pertama dalam sejarah KTT APEC berakhir tanpa komunike. Papua Nugini selaku tuan rumah dilaporkan diberi wewenang untuk merilis pernyataan pengganti komunike.
"Para pemimpin (negara anggota APEC) setuju bahwa alih-alih deklarasi pemimpin tradisional, mereka menyerahkannya ke tangan Papua Nugini sebagai ketua untuk mengeluarkan pernyataan ketua atas nama semua anggota," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhang Xiaolong, Ahad (18/11).
Perbedaan pandangan atas perdagangan sebenarnya telah mendorong pejabat Cina untuk menemui Menteri Luar Negeri Papua Nugini Rimbink Pato pada detik-detik akhir KTT APEC. Namun, permintaan pertemuan ditolak Papua Nugini.
Menurut Pato, para pejabat Cina ingin menemuinya. Namun, mereka tak membuat pengaturan yang diperlukan untuk sebuah pertemuan.
Pato mengungkapkan, sistem perdagangan multilateral telah menjadi titik pelik dalam menyusun komunike. Namun, ia tak memaparkan secara detail tentang hal tersebut.
Sementara Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan memang terdapat perbedaan yang tak dapat disepakati oleh para pemimpin negara anggota APEC. "Ada visi yang berbeda pada elemen tertentu yang berkaitan dengan perdagangan yang mencegah konsensus penuh pada dokumen komunike," ujarnya.
Sebelum meninggalkan Papua Nugini, Wakil Presiden AS Mike Pence sempat melayangkan kritik kembali terhadap Cina. "Mereka (Cina) memulai dengan praktik perdagangan, dengan tarif dan kuota, transfer teknologi paksa, pencurian kekayaan intelektual. Ini melampaui untuk kebebasan navigasi di laut, kekhawatiran tentang hak asasi manusia (HAM)," kata Pence kepada wartawan yang bepergian bersamanya.
Saat berpidato di KTT APEC, Pence telah mengkritik proyek infrastruktur Cina, yakni One Belt One Road (OBOR). Menurutnya, untuk menyukseskan proyek tersebut, Beijing menawarkan pinjaman dana kepada negara-negara kecil.
Pence berpendapat, dana yang dipinjamkan Cina telah membuat utang negara-negara kecil melonjak tajam. Oleh sebab itu, ia menyerukan kepada negara-negara untuk tetap bersama AS.
AS, kata dia, tidak pernah menenggelamkan negara-negara mitranya dalam lautan utang. Sebaliknya, AS justru berusaha mengembangkan perekonomian mereka dengan skema perdagangan yang disepakati kedua belah pihak.
Presiden Cina Xi Jinping, dalam pidatonya di KTT APEC, turut melayangkan kritik terhadap Washington. Ia mengecam proteksionisme perdagangan AS yang berjargon "America First". Menurut Xi hal itu merupakan pendekatan dengan cara pandang pendek dan ditakdirkan untuk gagal.
Xi pun menegaskan bahwa proyek OBOR, bukan sebuah jebakan untuk negara-negara lain. Ia mengatakan, tidak ada agenda tersembunyi di balik proyek infrastruktur tersebut.