Jumat 05 Apr 2019 09:56 WIB

Awas, Politik Uang Mulai Mengalir

Kerawanan politik uang dinilai belum mencapai puncaknya.

Warga melintasi kampung tematik yang bertemakan Kampung Anti Politik Uang di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (4/4/2019).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Warga melintasi kampung tematik yang bertemakan Kampung Anti Politik Uang di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (4/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) menemukan 31 kasus politik uang menjelang Pemilu 2019. Temuan tersebut hasil dari patroli antipolitik uang yang dilakukan tim gabungan kepolisian bersama Badan Pengawas Pe milu (Bawaslu) RI sepanjang akhir Maret 2019.

Juru Bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Dedi Prasetyo mengatakan, puluhan kasus tersebut kini di ranah penyidikan karena dianggap sebagai perbuatan pidana pemilu. "Ya benar. Sudah ada 31 kasus politik uang yang sekarang sudah dalam penyidikan," ujar Dedi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (4/4).

Ia menerangkan, proses penyidikan berada di wilayah tingkat dua. Bersama Bawaslu dan kepolisian di sejumlah kabupaten dan kota, Gakkumdu akan terus melakukan patroli antipolitik uang sampai hari pencoblosan pemilu 17 April mendatang. Sebab, kata dia, hasil patroli antipolitik uang yang berjalan saat ini belum mencapai puncaknya.

Terkait penyidikan 31 kasus politik uang saat ini, Gakkumdu menemukan di sejumlah daerah. Di antaranya di kawasan Jawa yang melingkupi Jawa Tengah (Jateng) dan Yogyayakarta serta di DKI Jakarta. Dominasi kasus ada di wilayah timur Indonesia, seperti di Maluku, Gorontalo, Sulawesi Tengah (Sulteng), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.

Di wilayah barat dan tengah, kasus politik uang juga terjadi di Sumatra Barat (Sumbar), Bangka Belitung, dan Kalimantan. "Sementara ini (politik uang) masih menyangkut tentang pencalegan (calon legislatif) ya," kata Dedi.

Ia mengatakan, modus operandi politik uang dalam kasus tersebut kebanyakan terjadi lewat kegiatan yang disertai dengan pemberian bantuan. "Dapat (bantuan) berupa uang ataupun bahan-bahan pokok," ujar dia.

Para caleg melakukan kampanye terbuka di sejumlah titik yang dihadiri oleh masyarakat agar memilihnya saat pencoblosan mendatang dengan imbalan sembako dan uang. Namun, Dedi menakar, temuan politik uang menjelang Pemilu 2019 bakal meninggi. Karena saat ini pesta demokrasi belum mencapai puncaknya.

Tahapan Pemilu 2019 baru pada masa kampanye terbuka sejak 24 Maret sampai 13 April. Adapun pencoblosan terjadwal pada 17 April. Menurut Dedi, masa masif transaksi politik uang terjadi pada akhir-akhir masa kampanye terbuka. Puncaknya pada masa tenang. Yakni pada 14 sampai 16 April.

Pada masa tersebut, Dedi menjanjikan, kepolisian bersama Bawaslu, bahkan dibantu Tentara Nasional Indonesia (TNI), tetap menggencarkan patroli antipolitik uang. Tak berhenti pada masa terakhir kampanye dan masa tenang, titik kulminasi politik uang juga diperkirakan bakal terjadi pada malam menjelang pen coblosan, yang biasanya dikenal sebagai serangan fajar.

Menurut Dedi, pada malam hari menjelang pencoblosan, kepolisian menyarankan agar masyarakat yang punya hak pilih agar menolak setiap bentuk pemberian apapun yang terkait dengan pemilihan. Menurut dia, transaksi politik uang, sama artinya dengan suap yang diancam pidana.

Mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pelaku dan penerima poltik uang bisa diancam tiga sampai empat tahun penjara. "Tim gabungan di Gakkumdu akan terus berpatroli sampai hari pencoblosan," ujar dia.

Sementara, Bawaslu Kota Pekanbaru juga tengah menyelidiki kasus politik uang yang diduga melibatkan calon legislatif pejawat, Ketua DPRD Pekan baru Sahril. "Ada 17 orang sudah dimintai keterangan, termasuk pelapor dan terlapor," kata Ketua Bawaslu Pekanbaru, Indra Khalid Nasution, di Pekanbaru, kemarin.

Kasus tersebut menyeruak setelah seorang warga melaporkan Sahril ke Bawaslu Pekanbaru dengan dugaan melakukan politik uang. Dugaan itu berawal ketika Sahril melakukan sosialisasi peraturan daerah tentang tenaga kerja dan bantuan hukum kepada warga miskin di Kecamatan Marpoyan Damai, beberapa waktu lalu.

Indra mengatakan, Sahril juga sudah dimintai keterangan dan membantah tuduhan itu. "Terlapor (Sahril) sudah kita periksa Senin minggu ini," katanya.

Bawaslu Pekanbaru belum banyak berkomentar terkait materi penyelidikan. Sejauh ini Bawaslu baru bisa menyatakan bahwa terlapor yang merupakan caleg dari Partai Golkar membantah sosialisasi itu menyangkut kampanye pemilu.

Uang yang dibagikan untuk warga yang hadir sebesar Rp 100 ribu per orang diklaim Sahril sudah dianggarkan di APBD Pekanbaru.

Indra mengatakan, Bawaslu akan mengumumkan hasil penyelidikan secepatnya. Keputusannya hari Jumat besok, katanya. Apabila caleg terbukti melakukan politik uang dan masuk dalam ranah pidana, tentunya sanksi berat, seperti dibatalkan sebagai caleg serta hukuman penjara dua tahun dan denda Rp 24 juta.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan bahwa banyak yang melaporkan soal politik uang menjelang Pemilu 2019 ke lembaganya. "Saya ingin jelaskan juga kepada masyarakat karena banyak sekali masyarakat yang melaporkan soal politik uang ini juga ke KPK, padahal kewenangan KPK itu terbatas," kata Syarif, pekan lalu. (Bambang Noroyono/ antara ed:fitriyan zamzami)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement