REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Sebanyak 6.000 ton daging kerbau impor asal India telah memenuhi pasar Indonesia. Kepala Bidang Informasi Bulog Teguh Firmansyah menyampaikan, 6.000 daging kerbau impor tersebut telah terdistribusi ke distributor dan rumah pangan kita (RPK). Pasokan importasi tahap pertama tersebut merupakan langkah lanjut dari realisasi kuota impor sebesar 100 ribu ton.
Sebelumnya diketahui, importasi daging kerbau beku India yang dilaksanakan Bulog tersebut merupakan langkah pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan harga seiring dengan adanya peningkatan permintaan rutin jelang Ramadhan dan Lebaran. Adanya kenaikan kebutuhan di pasar, umumnya mengerek naik harga daging jelang Lebaran.
“Total sudah enam ribu ton yang sampai, tapi detailnya saya tidak hapal,” kata Firman saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (12/4).
Pada 2018, kuota impor daging kerbau juga mencapai 100 ribu ton. Jumlah tersebut melonjak lebih dari 81 persen dibandingkan dengan total realisasi impor daging kerbau pada 2017 sebesar 55 ribu ton. Menanggapi hal ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjelaskan saat ini Kementerian Pertanian (Kementan) telah berupaya melakukan program inseminasi buatan (IB) di sektor produksi ternak. Menurutnya, hal tersebut dilakukan guna meningkatkan produksi daging ternak seperti sapi dan kerbau di tingkat domestik.
“Untuk produksi sapi Insya Allah akan meningkat tajam produksinya, karena kita sudah lakukan program IB,” kata Amran kepada Republika.co.id saat ditemui di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Jumat (12/4).
Amran menjelaskan, melalui program IB yang sedang dikembangkan, pihaknya telah menemukan inovasi-inovasi baru yang berdampak dalam skala panjang. Dia mencontohkan, salah satu inovasi unggulan yang digadang-gadang bakal menjadi andalan masa depan ternak Indonesia adalah pengembangan sapi Belgian Blue yang bobotnya mencapai dua ton.
Dia menyebutkan, pengembangan sapi Belgian Blue dilakukan sejak beberapa tahun lalu dengan membeli embrionya dari Belgia. Adapun embrio yang dibeli berupa sperma yang harganya tidak murah. Amran menjabarkan, meski satu tetes sperma sapi Belgian Blue dipatok sebesar Rp 15 juta, Kementan berani mengembangkannya sebab berpotensi menghasilkan produksi yang tinggi.
“Kemajuan IB-nya alhamdulillah, kelahiran tiap tahun bunting (sapi) itu dua juta lebih. Ini kami akan berikan ke tiap daerah secara merata,” kata dia.
Pihaknya berharap, dengan pengembangan sapi Belgian Blue tersebut ke depannya Indonesia bisa terbebas dari impor daging sapi maupun kerbau dari sejumlah negara. Sementara itu Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan I Ketut Diarmita menjabarkan, saat ini program upaya khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab) mulai 1 Januari hingga 10 April 2019 berjalan cukup baik.
Dia menjabarkan, saat ini pihaknya telah melakukan IB sebanyak 1.089.596 hewan ternak dengan total kehamilan sebanyak 511.078 dan kelahiran sebanyak 478.870. Sedangkan berdasarkan data capaian tahunan Upsus Siwab dalam periode yang sama antara 2017 hingga 2019, capaian IB hewan ternak menyentuk 9.053.725. Adapaun kehamilan hewan ternak mencapai 4.454.648 dan tingkat kelahiran mencapai 3.222.772.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi mengatakan, pada umumnya masyarakat cenderung lebih memilih daging sapi segar dibanding daging kerbau beku asal India. Kendati begitu dia tidak memungkiri masih banyak masyarakat yang memilih membeli daging kerbau beku dengan alasan harga.
“Kalau daging sapi segar itu harganya saat ini Rp 110 ribu-Rp 120 ribu per kilogram (kg). Kalau (daging) kerbau itu Rp 80 ribuan,” katanya.
Meski begitu, Rochadi menilai masih banyak importir daging kerbau yang menjual harga lebih dari Rp 80 ribu per kg. Padahal, jika mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018 tentang harga acuan pembelian di tingkat peternak dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen, harga acuannya sebesar Rp 80 ribu per kg.