Selasa 28 May 2019 00:30 WIB

Audit BPKP: Arus Keuangan BPJS Tekor

Arus keuangan BPJS tak seimbang antara pendapatan dan pengeluaran.

Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kiri) dan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek (kedua kanan) menyampaikan paparannya saat mengikuti rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kiri) dan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek (kedua kanan) menyampaikan paparannya saat mengikuti rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan keuangan BPJS Kesehatan dalam pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional masih tekor. Arus keuangan BPJS tidak seimbang antara pendapatan dari iuran dan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Ardan Adiperdana dalam paparannya di rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI di gedung parlemen Jakarta, Senin, menyebutkan ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan pengeluaran untuk pelayanan ada pada segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja mandiri, Bukan Pekerja, dan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh APBD.

Baca Juga

"Memang segmen PBPU, segmen Bukan Pekerja, dan PBI APBD tampaknya antara pelayanan dan pendapatan iuran lebih besar pelayanannya. Pendapatan iuran lebih kecil dari pengeluaran pelayanan," kata Ardan.

BPKP membandingkan proporsi persentase antara jumlah peserta, iuran, dan klaim yang dibayarkan. Untuk segmen PBPU jumlah peserta yang 15 persen dari keseluruhan peserta hanya membayar iuran 11 persen dari seluruh pendapatan. Namun penggunaan manfaat pelayanannya mencapai 31 persen.

Untuk segmen peserta Bukan Pekerja disebutkan dari jumlah peserta yang 2 persen, tingkat kolektibilitas iuran 2 persen. Namun pemanfaatan layanan mencapai 9 persen.

Sedangkan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh pemerintah daerah melalui APBD yang sebanyak 14 persen dari keseluruhan peserta hanya membayar iuran 8 persen berbanding dengan pemanfaatan layanan yang mencapai 10 persen.

Dari total peserta JKN per 31 Desember 2018 didapatkan dana dari iuran sebanyak Rp81,9 triliun. Sementara untuk segmen peserta dari PBI APBN, Pekerja Penerima Upah (PPU) Pegawai Negeri, dan Pekerja Penerima Upah Badan Usaha biaya pemanfaatan layanan kesehatan pesertanya dapat tertutupi oleh iuran peserta itu sendiri.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan, andaikan seluruh peserta BPJS Kesehatan membayar iuran, tetap akan terjadi defisit. Pasalnya besaran iuran saat ini yang tidak sesuai nilai aktuaria.

Secara keseluruhan pendapatan BPJS Kesehatan dari berbagai sumbers sebesar Rp93,45 triliun namun harus mengeluarkan beban pengeluaran sebesar Rp104,73 triliun, atau defisit Rp9,15 triliun pada 2018.

Komisi IX DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat terkait hasil audit keuangan BPJS Kesehatan tahun anggaran 2018 yang dilakukan oleh BPKP yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Kepala BPKP Ardan Adiperdana, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, Ketua DJSN Tubagus Ahmad Choesni.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement