REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan kualitas udara di Jakarta masih relatif bagus dari pemantauan yang dilakukan sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2019. Data Air Quality Management System (AQMS) di Gelora Bung Karno (GBK) menunjukkan rata-rata harian PM2.5 sebesar 31,49 mikrogram per meter kubik (μg/m3).
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah mengatakan jika dibandingkan dengan baku mutu udara ambien nasional, yakni 65 μg/m3, kualitas udara di Jakarta masih bagus dan sehat. Apabila dibandingkan dengan standar WHO pada angka 25 μg/m3, ia menyebutkan, kualitas udara di Jakarta juga masuk kategori sedang.
Menurut dia, data 2015-2016 yang ketika itu masih menggunakan pengukuran manual melalui evaluasi kualitas udara perkotaan (EKUP), secara keseluruhan udara Jakarta masih bagus karena masih di bawah ambang batas baku mutu udara ambien. "Jika dilihat per parameter atau per wilayah administrasi maka udara di Kota Jakarta tidak dapat dikatakan makin membaik atau menurun, melainkan relatif konstan," katanya di Jakarta, Jumat (5/7).
Dihitung menggunakan data air visual pada 2017 yang dikelola lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Beijing, China, kata dia, kualitas udara Jakarta berdasarkan rata-rata PM2.5 berada pada urutan ke-160, yakni 29,7 μg/m3 atau kategori sedang. Menanggapi adanya gugatan terkait kondisi udara Jakarta yang makin memburuk, Karliansyah menjelaskan penyimpulan dilakukan secara rata-rata.
Karliansyah mengatakan, ada tiga titik selama rentang 19-27 Juni 2019 yang menunjukkan kualitas udara kurang bagus, tetapi datanya harus dilihat secara menyeluruh. "Saya khawatir yang disampaikan itu data sesaat, bukan rata-rata. Kami akui, betul itu, tetapi dirata-ratakan," katanya.
Sebelumnya, sejumlah individu yang tergabung ibu kota resmi melayangkan gugatan warga negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/7) guna menuntut hak untuk menikmati udara bersih. Gugatan kepada tujuh tergugat, yakni Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.
Penyampaian gugatan itu melibatkan lintas profesi, mulai dari pengojek, mahasiswa, peneliti, dosen, pengusaha, hingga advokat. "Kami menggugat pemerintah terkait hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran udara," ujar Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu.