Senin 07 Oct 2019 15:54 WIB

Fraksi PDIP: Pembatalan Revisi UU KPK Lewat MK, Bukan Perppu

Bambang Wuryanto menilai pembatalan lewat MK tidak memenuhi unsur.

Politikus PDIP Bambang Wuryanto.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Politikus PDIP Bambang Wuryanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Bambang Wuryanto menilai, pembatalan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melalui peninjauan kembali atau judicial review. Pembatalan itu bukan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

“Kalau UU sudah diketok, ya constitutional law-lah, tidak ada cara lain ya judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” kata Bambang ditemui di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (7/10).

Baca Juga

Terkait wacana penerbitan Perppu, Bambang menyampaikan bahwa langkah itu dapat diambil jika memenuhi dua syarat ketentuan yang terjadi. Pertama yaitu kondisi yang genting, selanjutnya adanya kekosongan hukum.

“Situasi genting itu setiap orang pasti merasakan. Nah, kalau kekosongan hukum, kan tidak terjadi saat ini. Jadi, ya judicial review itu yang memenuhi hukum konstitusi,” papar Bambang.

Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, dari hasil surveinya sebanyak 76,3 persen publik mendukung Presiden menerbitkan Perppu KPK.

Hasil survei itu menyebutkan, publik menginginkan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) KPK guna membatalkan undang-undang hasil revisi atau untuk merevisi pasal-pasal yang dianggap akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Dari responden yang sama, LSI juga mendapati data sebanyak 70,9 persen publik percaya bahwa Undang-undang KPK hasil revisi merupakan tindakan pelemahan.

Kemudian publik yang meyakini undang-undang tersebut merupakan bentuk dari penguatan hanya berjumlah 18 persen saja, 11,1 persen lainnya menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement