REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri menetapkan batas waktu 72 jam bagi mitra koalis di pemerintahannya untuk mencari solusi bagi krisis ekonomi Lebanon. Hal ini dilakukan menyusul protes terhadap perekonomian bangsa yang berujung pada kekerasan.
Unjuk rasa besar oleh ribuan orang Lebanon menuntut rencana pemerintah dalam menerapkan pajak baru. Ini adalah tantangan paling serius bagi pemerintahan persatuan nasional Hariri yang berkuasa kurang dari satu tahun.
Dalam pidatonya, Hariri menyalahkan partai-partai dalam koalisinya karena menghalangi reformasi ekonomi Lebanon yang sarat akan hutang. "Saya memberikan tenggat waktu yang sangat singkat kepada mitra kami di pemerintahan 72 jam yang dapat memberi kami soulsi yang dapat meyakinkan kami, pengunjuk rasa, dan mitra internasional kami," ujar Hariri seperti dikutip Aljaziah, Sabtu (19/10).
Hariri menilai kelesuan ekonomi di negara yang dipimpinnya adalah suatu hal yang sangat sulit dan belum pernah terjadi sebelumnya. Saat Hariri berbicara, para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Lebanon di Lapangan Martir Beirut.
Para pengunjuk rasa tetap terus menyerukan pengunduran diri dari kepemimpinan politik negara termasuk Hariri, Presiden Lebanon Michel Aoun, Ketua Parlemen Nabih Berri, dan Menteri Luar Negeri Gebran Bassil.
Para pengunjuk rasa berang dengan rencana pengenaan pajak baru di tengah meningkatnya biaya hidup. "Revolusi! Revolusi!" "Rakyat menuntut kejatuhan rezim!".
Mereka juga menuduh para pemimpin bertindak korupsi. Mereka menyerukan agar undang-undang kerahasiaan perbankan yang ketat untuk dicabut sehingga dana negara yang dicuri selama beberapa dekade bisa dikembalikan ke kas negara untuk kepentingan rakyat.
"Pencuri, Pencuri, Michel Aoun adalah pencuri," teriak beberapa orang pengunjuk rasa. Demonstrasi damai berubai menjadi bentrokan keras pada Jumat malam ketika pihak berwenang menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran di alun-alun Riad al-Solh.
Para pengunjuk rasa turun ke jalan di lembah Bekaa timur dan Tripoli. Media setempat sempat melaporkan sejumlah pengunjuk rasa terluka ketika pengawal legislator melepaskan tembakan ke arah kerumunan.
Kerusuhan juga dilaporkan terjadi di penjara Roumieh dan Zahle. Sebelumnya Menteri Luar Negeri Bassil menyalahkan partai politik karena mengahalangi reformasi. Dalam pidatonya ia mengatakan, segala alternatif untuk pemerintah saat ini akan jauh lebih buruk.
Aksi unjuk rasa oleh ribuan orang Lebanon dimulai Kamis setelah pemerintah yang kekurangan uang mengumumkan rencana untuk mengenakan pajak baru, termasuk pada panggilan suara WhatsApp. Pada Jumat malam, para pengunjuk rasa memblokade jalan-jalan di seluruh negeri dengan membakar ban, dan di beberapa daerah membakar gedung-gedung dan merusak toko-toko.
Di tengah kerusuhan, bank, toko dan sekolah menutup kegiatannya pada Jumat. Arab Saudi mengatakan akan mengevakuasi warganya dari negara itu.
"Semua orang jera dengan ini, situasinya mengerikan, orang-orang tidak punya uang, orang-orang berantakan, dan semua yang mereka berikan adalah pajak, pajak, pajak," kata Samir Shmaysri, seorang penata rambut 39 tahun dari Beirut. "Tidak ada proses reformasi bahkan berharap situasi menjadi lebih baik," tambahnya.
Luapan kemarahan mendorong pemerintah Lebanon untuk membatalkan rencana pajak untuk panggilan WhatsApp. Namun, tetap saja tindakan itu tidak banyak menenangkan para pemrotes.