REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Jika anda selalu fokus ke profit dan keuntungan, anda akan mengurangi kualitas produk. Namun jika anda fokus untuk menghasilkan produk yang luar biasa, maka profit dan keuntungan akan mengikuti."
Kalimat di atas keluar dari mulut Steve Jobs. Sosok dibalik salah satu perusahaan paling bernilai dan brand ternama di dunia saat ini, Apple. Kisah Steve Jobs dan Apple-nya tentu menginspirasi.
Apa yang diucapkan Jobs ada benarnya, dan ia sudah membuktikannya. Kata-kata tersebut pun tampaknya relevan untuk diaplikasikan dalam berbagai macam lini bisnis, termasuk perbankan. PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero) adalah salah satunya.
Bank yang didirikan tujuh dekade silam itu baru saja melalui tahun yang berat. Laba BTN tahun buku 2019, terjun bebas dibanding tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp 2,5 triliun hingga Rp 3 triliun. Pada 2019 perusahaan ini hanya berhasil mencetak laba bersih Rp 209 miliar atau turun sekitar 92 persen.
Anjloknya laba bank pelat merah tersebut disebabkan oleh naiknya rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPL) dan adanya penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 sehingga perseroan musti meningkatkan pencadangan. Selain itu, lesunya pasar properti pada tahun lalu juga menjadi penyebabnya.
Untuk itu, BTN memang sudah waktunya berbenah, jika tidak ingin kinerja keuangannya begini-begini saja. Terlebih, di era digitalisasi saat ini, efisiensi menjadi kata kunci agar bisa terus bertumbuh maju.
Kondisi yang terpuruk tersebut tampaknya disadari betul oleh Pahala Nugraha Mansury, nakhoda baru Bank BTN. Rekam jejak Pahala sebagai Direktur Keuangan Bank Mandiri dan Pertamina, serta Direktur Utama Garuda Indonesia bisa menjadi modal untuk membenahi BTN. Saat menjadi orang nomor satu di Garuda, Pahala berhasil melakukan efisiensi menurunkan kerugian hingga 60 persen.
Di BTN, ia pun langsung mengusung target besar, dengan menjadikan BTN sebagai 'rumah' dalam bertransaksi maupun memiliki hunian bagi kaum milenial. "Dengan perilaku milenial yang sudah sangat terdigitalisasi saat ini, ada kebutuhan bagi kami untuk bisa mengintrodusir cara penjualan dengan channel yang baru. Bukan hanya untuk produk dana, tapi juga untuk produk kredit," ujar Pahala, baru-baru ini.
Belum sebulan menjabat sejak diangkat pada akhir November 2019, ia meluncurkan aplikasi BTN Properti Mobile versi Android, aplikasi untuk memudahkan pengguna khususnya milenial dalam memilih dan mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Milenial adalah generasi yang umumnya melek teknologi, dan BTN siap menguasai pasar milenial ini.
Lembaga riset independen asal Amerika Serikat Pew Research Center menyatakan bahwa generasi milenial adalah mereka yang lahir pada 1981 hingga 1996 atau pada tahun 2020 berusia 24 tahun hingga 39 tahun. Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tercatat sekitar 81 juta orang di segmen generasi milenial belum memiliki rumah, atau setara 31 persen dari jumlah populasi di Indonesia.
Pengamat properti Anton Sitorus mengatakan, segmen milenial merupakan pangsa pasar yang besar secara jumlah. Para pengembang atau developer umumnya juga menargetkan segmen tersebut, yang biasanya merupakan segmen usia yang tengah mencari dan membutuhkan tempat tinggal.
Ia menilai aplikasi BTN Properti Mobile akan menarik bagi milenial, karena setidaknya 'bakal gak capek-capek amat' meski nantinya tetap harus ada cara-cara lama yang dilakukan sebelum benar-benar memutuskan untuk membeli properti, seperti meninjau ke lokasi langsung mengingat ini menyangkut barang yang harganya tidak murah.
"Langkah BTN itu sudah cukup bagus. Tapi mesti diingat juga, sekarang ini yang menjadi tantangan dalam kondisi pasar seperti ini, ya masalah harga. Kalaupun teknologi dalam pemasaran sudah canggih, informasi soal pinjaman dari bank juga sudah canggih, tapi tetap saja harga proprertiyang menjadi salah satu faktor utama. apakah menarik dan terjangkau untuk kelompok milenial," ujar Anton.
Menurut Anton, pertumbuhan harga properti memang pesat dan jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pendapatan masyarakat sehingga daya beli masyarakat semakin tertinggal dibandingkan harga properti itu sendiri. Kendati demikian, prospek pertumbuhan bisnis properti di Tanah Air tahun ini diproyeksikan akan lebih baik, setelah tahun lalu kurang bergairah. Namun, apabila developer masih memasang harga properti terlampau tinggi, kemungkinan masih akan sulit diserap oleh pasar.