REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Adinda Pryanka
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) baru saja menerbitkan Surat Edaran Nomor 41 Tahun 2020 yang berisi larangan bagi ASN bepergian ke luar daerah atau mudik untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.
Menpan RB Tjahjo Kumolo mengatakan, surat edaran terbaru untuk mempertegas surat edaran sebelumnya, yang sifatnya hanya pembatasan bagi ASN bepergian ke luar daerah atau mudik. Perubahan surat edaran mengacu keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13A Tahun 2020 tentang perpanjangan status keadaan tertentu darurat bencana wabah virus corona atau Covid-19 di Indonesia.
"Mempertegas untuk meminta ASN dan keluarganya untuk menunda mudik," ujar Tjahjo melalui pesan singkatnya kepada wartawan, Selasa (7/4).
Melalui SE juga, Tjahjo meminta ASN untuk ikut mensosialisasikan kepada keluarga besar dan lingkungan sekitarnya untuk menunda mudik. Dalam surat edaran tertanggal 6 April 2020 itu, tertuang larangan bagi ASN bepergian keluar daerah atau mudik sampai wilayah NKRI dinyatakan bersih dari Covid-19.
Apabila ada ASN, yang terpaksa harus bepergian ke luar daerah, harus seizin dari atasan masing-masing. Untuk pengawasan, para pejabat pembina kepegawaian (PPK) di masing masing kementerian/lembaga maupun Pemerintah daerah harus memastikan ASN di lingkungan kerjanya tidak bepergian ke luar daerah atau mudik.
Apabila ada ASN yang melanggar hal tersebut, maka akan diberikan sanksi disiplin pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, PP Nomor 30 Tahun 2019, dan PP Nomor 49 Tahun 2018.
"(Ada sanksi) peraturan tentang disiplin pegawai," ujar Tjahjo.
Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) lebih dahulu menerbitkan surat edaran terkait mudik, namun baru bersifat pembatasan. Pembatasan bepergian ke luar daerah bagi ASN merupakan upaya mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19 ke daerah-daerah.
"Jadi intinya Pak Menpan, melalui SE ini mengharapkan seluruh ASN berpartisipasi membantu semaksimal mungkin agar penyebaran Covid-19 ini tidak meluas, bisa ditekan semaksimal mungkin, yang pertama adalah meminta kepada ASN untuk tidak mudik di Idul Fitri kali ini," ujar Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji dalam virtual video conference Kemenpan RB, Senin (30/3).
THR dan gaji ke-13 dikaji ulang
Selain dilarang mudik, ASN pada tahun ini juga terancam tanpa hak gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Senin (7/4) mengatakan, pemerintah sedang mempertimbangkan kembali gaji ke-13 dan THR lantaran pendapatan negara mengalami tekanan sebagai dampak dari pandemi virus corona (Covid-19).
Sri memperkirakan, sepanjang 2020, penerimaan negara akan turun 10 persen. Di sisi lain, belanja pemerintah terus meningkat seiring dengan kenaikan kebutuhan, terutama di sektor kesehatan maupun jaminan sosial.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang mempertimbangkan pos-pos belanja yang bisa diminimalkan, seperti THR dan gaji ke-13. "Apakah perlu? Kami pertimbangkan lagi mengingat beban negara meningkat," ujar Sri dalam teleconference rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (6/4).
Sri mengatakan, pemerintah sudah memfokuskan belanja negara saat ini pada tiga aspek yakni sektor kesehatan, social safety nett, juga membantu dunia usaha. Salah satu sumber pendanaan didapatkan melalui penghematan belanja negara.
Berdasarkan pemaparan Sri, penghematan belanja negara sampai awal April setidaknya sudah menghasilkan Rp 190 triliun. Sebanyak Rp 95,7 triliun di antaranya merupakan penghematan belanja dari Kementerian/ Lembaga, sedangkan sisanya berasal dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Selain itu, ada relaokasi cadangan Rp 54,6 triliun.
Secara total, Sri menjelaskan, pemerintah sudah menganggarkan sekitar Rp 436,1 triliun pada tiga stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 dan pencegahan krisis ekonomi. Pada stimulus pertama, pemerintah menganggarkan Rp 8,5 triliun, dan terus bertambah menjadi Rp 22,5 triliun dan Rp 405,1 triliun pada stimulus kedua dan ketiga.
"Kalau dihitung dari stimulus satu, dua dan tiga, total dukungan kita sudah mencapai 2,5 persen dari GDP (Growth Domestic Product/ PDB)," tutur Sri.
Negara lain melakukan langkah serupa. Misalnya, Jerman yang memberikan stimulus 2,7 persen dari PDB, termasuk melalui jaminan pinjaman perusahaan. Negara tetangga, Malaysia, memberikan dukungan 10 persen dari PDB, terutama dukungan pada dunia usaha terdampak yang mencapai 100 miliar ringgit atau sekitar Rp 378 triliun.
Sri mengatakan, langkah-langkah ini menggambarkan, semua negara melakukan kebijakan extraordinary untuk menghadapi kondisi yang juga extraordinary ini. Mulai dari memberikan insentif pajak, penambahan belanja di bidang kesehatan dan bantuan sosial hingga membantu menyokong dunia usaha.
"Termasuk juga menjaga sistem keuangan agar tidak mengalami potensi krisis," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.