REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Rizky Suryarandika, Puti Almas, Sapto Andika Candra
Plt Menteri Perhubungan (Menhub) Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini menerbitkan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang intinya membolehkan ojek daring atau ojek online (ojol) mengangkut penumpang selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hanya saja, ojol diharuskan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.
Permenhub Luhut tentunya kontradiktif dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, di mana dalam lampiran poin D Permenkes itu disebutkan, pengemudi ojek online hanya bisa mengangkut barang.
"Ojek bisa angkut penumpang, tapi dengan syarat protokol kesehatan. Harus pakai masker, sarung tangan, lalu menggunakan disinfektan," ujar Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati di Jakarta, pada Ahad, (12/4).
Adita melanjutkan, penumpang dan pengemudi juga harus dalam keadaan sama-sama sehat. Dengan begitu suhu badan pun harus normal.
Adita Irawati menambahkan, Permenhub yang diterbitkan pada 9 April tersebut, pelaksanaannya akan terus dievaluasi. "Jika nanti kondisinya tidak memungkinkan, tentu akan dievaluasi untuk peninjauan kembali,” jelas dia.
Staf Ahli Hukum Dan Reformasi Birokrasi Kemenhub, Umar Aris menyatakan, izin angkut penumpang pada ojek sudah melalui restu Kemenkes. Aturan tersebut sudah mempertimbangkan poin-poin keselamatan yang diatur oleh Kemenkes maupun undang-undang yang terbit sebelumnya.
"Tercermin dalam batang tubuh, bahwa aturan yang dibuat tidak semata-mata hanya transportasi. Aturan ini sudah dibuat dengan sadar, tanggung jawab lintas kementerian untuk atur secara komprehensif," jelas Umar.
Pemerhati Kebijakan Publik, Agus Pambagio menganggap penerapan PSBB terkait angkutan orang dengan kendaraan roda dua akan menjadi masalah di lapangan. Sebab, terjadi tumpang tindih aturan antara Kemenhub dan Kemenkes.
"Ini menyesatkan. Di lain sisi Permenhub ini bertentangan dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (10) huruf a di mana penumpang kendaraan baik umum maupun pribadi harus mengatur jarak," kata Agus dalam siaran pers, Ahad (12/4).
Agus menilai Permenhub juga melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan dan PP Nomor 21 Tahun 2020. Kemudian Permenhub tersebut menciptakan ambiguitas di kalangan aparat dalam melakukan penindakan hukum di daerah PSBB, seperti DKI Jakarta yang punya Pergub Nomor 33 Tahun 2020.
"Padahal tanpa penindakan hukum pelaksanan PSBB menjadi tidak ada gunanya karena penularan Covid 19 masih dapat berlangsung melalui angkutan penumpang kendaraan roda dua, baik komersial maupun pribadi," terang Agus.
Agus mengingatkan jumlah penderita infeksi Covid 19 terus meningkat cukup tajam di Indonesia dan belum ada tanda-tanda akan menurun. Tanpa pembatasan ojek, dikhawatirkan pencegahan corona tak akan efektif.
"Untuk itu saya mohon kepada Menteri Perhubungan untuk segera mencabut dan merevisi Permenhub No. 18 Tahun 2020 ini secepatnya," tegas Agus.
Pengamat transportasi Universitas Indonesia (UI) Alviansyah menyatakan, peraturan terkait PSBB harus dilihat apakah dasar dari aturan itu sendiri ditetapkan.
“Jawaban yang mudah, situasi saat ini bukan dalam kondisi normal. Untuk meredam penularan Covid-19, pemerintah dengan gencar meminta masyarakat melakukan physical distancing. Kalau hal ini menjadi dasar kebijakan, saya rasa sudah jelas regulasi mana yang harus diterapkan,” ujar Alviansyah kepada Republika, Ahad (12/4).
Alviansyah mengatakan setiap regulasi pasti memiliki impilkasi. Karena itu, negara memiliki peran penting, di mana pemerintah harus mengantisipasi atau melakukan mitigasi atas impilkasi tersebut.
“Nyawa jauh lebih utama dari hal lainnya,” tambah Alviansyah.
Hingga bansos cair
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengklarifikasi kontradiksi antara Permenkes Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi untuk Pencegahan Covid-19. Kedua beleid tersebut bertentangan dalam mengatur izin bagi ojol dalam mengangkut penumpang.
"Tadi Pak Luhut (Menko Maritim dan Investasi) sudah lapor ke presiden. Intinya Permenhub ini hanya efektif berlaku sampai dengan program bantuan sosial (bansos) itu terlaksana," ujar Doni usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (13/4).
Doni menegaskan, bahwa pembatasan transportasi, termasuk bagi ojol, tetapi akan mengacu pada Permenkes 9 tahun 2020. Artinya, Permenhub 18 tahun 2020 yang membolehkan ojol mengangkut penumpang hanya berlaku sampai program pembagian bantuan sosial pemerintah kepada warga miskin, rentan miskin, dan kelompok yang ekonominya terdampak Covid-19 benar-benar terlaksana.
"Setelah bantuan sosial berjalan maka Permenhub nanti akan menyesuaikan. Kita tetap mengacu pada Permenkes mengenai physical distancing di mana jaga jarak menjadi hal prioritas meski aturan Permenhub juga ada protokol kesehatan disinfektan, penggunaan alat pelindung, dan lainnya," jelas Doni.
Dalam pasal 11 ayat 1 huruf c Permenhub 18 tahun 2020 memang sudah disebutkan bahwa sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang. Namun poin ini seolah 'dikoreksi' oleh huruf d ayat 1 pada pasal yang sama, yang menyebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.
Protokol kesehatan yang harus dipenuhi antara penumpang dan pengemudi ojol antara lain, melakukan disinfeksi terhadap kendaraan sebelum dan setelah mengantar penumpang, menggunakan masker dan sarung tangan, serta penumpang dan pengemudi tidak melanjutkan perjalanan bila suhu badan di atas normal atau sedang sakit.