Selasa 28 Apr 2020 05:20 WIB

Dalil Alquran dan Hadits Penghapusan Perbudakan dalam Islam

Islam menghapuskan perbudakan secara bertahap.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Islam menghapuskan perbudakan secara bertahap.  Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).
Foto: crethiplethi.com
Islam menghapuskan perbudakan secara bertahap. Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sistem perbudakan telah berlaku jauh sebelum Islam datang. Setelah Islam hadir secara bertahap sistem yang merendahkan derajat manusia sampai level terendah itu dihapuskan.  

"Jika kita berlaku jujur bahwa metode yang paling bijaksana dalam memecahkan problem perbudakan adalah Islam," kata Hanif Luthfi, Lc, MA seperti disampaikan dalam bukunya "Budak dalam Literatur Fiqih Klasik". 

Baca Juga

Pada awal kemunculannya, Islam memang tidak mengharamkan sistem perbudakan. Namun,  kata Hanif dalam memecahkan persoalan yang terkait dengan perbudakan ini, Islam menggunakan metode tidak secara revolusioner melainkan secara evolusi atau bertahap.  

Hal itu kata Hanif, bisa dilihat misalnya, beberapa ayat Alquran telah mencantumkan baik secara tegas maupun secara tersirat tentang berbagai upaya untuk menghapus perbudakan. 

Bahkan Hanif menegaskan jika ayat-ayat itu dirangkai dalam satu kesatuan yang utuh, maka akan tampak bahwa Islam sangat menghendaki hapusnya perbudakan baik, dalam arti sempit atau harfiah maupun dalam arti luas atau kontekstual. 

"Jika kita lihat lagi kapan dan di mana Islam muncul pertama, kita patutnya bangga bahwa Islam sudah memulai meyadarkan manusia bahwa derajat manusia itu sama," katanya.  

Karena pada hakikatnya asal dari manusia itu adalah merdeka dan hal ini kata Hanif ditegaskan Alquran surat Al Baqarah ayat 30 yang artinya: 

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."  

Hanif menambahkan, dalam ayat lain, tepatnya surat Al Israa ayat 70 manusia telah mendapatkan kemuliaan di antara para makhluk yang telah Allah ciptakan bertebaran di muka bumi.  

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." 

Pada awal-awal kemunculan Islam di tengah peradaban Mesir Kuno, Babilonia, Hittit, Yunani Kuno, Kanaan, Israel, Persia, Kushit, dan lain-lain, Islam telah berlaku ramah dan membela budak dengan memberikan pahala jika budak taat kepada tuannya.   

"Seorang budak yang ikhlas dalam melaksanakan tugasnya sebagai budak dan berbakti kepada tuannya maka ia mendapat pahala yang besar, dua kali lipat," katanya.  

Hal ini seperti hadits Rasulullah dari Abu Musa Al Asy’ari RA bahwa Nabi Muhammad bersabda: "Tiga kelompok yang akan diberikan pahala mereka dua kali pertama laki-laki ahli kitab yang beriman kepada Nabinya lalu berjumpa dengan Nabi SAW, kemudian dia beriman kepada beliau, mengikutinya dan membenarkannya, maka dia memperoleh dua pahala. Kedua seorang budak yang melaksanakan hak Allah dan hak tuannya, maka dia memperoleh dua pahala. Dan ketiga seorang laki-laki yang mempunyai budak wanita, lalu ia memberi makanan, pendidikan, dan pelajaran yang baik, kemudian ia membebaskan dan menikahinya, maka ia memperoleh dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Konsistensi Islam membela budak dapat dilihat dari larangan Islam memanggil budak, dengan panggilan buruk dan harus memanggil budak dengan panggilan yang baik. Islam melarang bersikap buruk terhadap budak, menghinakan dan melecehkannya sebagai budak.  

Nabi Muhammad SAW bersabda. "Janganlah salah seorang di antara kalian mengatakan: Hai hamba laki-lakiku, hai hamba perempuanku, akan tetapi katakanlah : Hai pemudaku (laki-laki), hai pemudiku (perempuan).” (HR Bukhari dan Muslim).  

Bahkan Rasulullah menjadikan budaknya, Zaid bin Haritsah sebagai anak angkatnya. Kejadian itu sebelum anak angkat sampai nasabnya berganti kepada bapak angkatnya  dilarang dalam Islam.  

Dari Ibnu Umar RA, dia berkata: "Zaid bin Haritsah maula Rasulullah SAW, (Ibnu Umar berkata), “Dulu kami tidak memanggil Zaid kecuali dengan panggilan Zaid bin Muhammad, sehingga turunlah ayat panggillah anak-anak angkatmu dengan menasabkan kepada nama bapak-bapak mereka karena itulah yang lebih adil di sisi Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Islam juga memerintahkan memberi makanan kepada budak sebagaimana tuannya makan. Hanif berpendapat kegiatan makan tentu hal yang biasa, memberi makan budak juga hal yang biasa. Akan tetapi yang tak biasa adalah memberi makan budak sebagaimana tuannya makan.   

"Tentu hal ini sangat luar biasa. Di mana hari ini hanya cjma menjadi bos saja kadang tak mau makan seperti karyawannya atau makan bersama karyawannya," katanya.

Rasulullah SAW bersabda. “Budak memiliki hak makan/lauk dan makanan pokok, dan tidak boleh dibebani pekerjaan di luar kemampuannya.” (HR  Muslim, Ahmad dan Al Baihaqi).

Nabi menganjurkan orang yang mempunyai budak untuk memberinya makan sebagaimana sang tuan makan, memberi pakaian sebagaimana sang tuan berpakaian. Maka ini termasuk prinsip persamaan di mana tak dibedakan antara makan dan pakaiannya budak dengan tuannya.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW "Mereka (para budak) adalah saudara dan pembantu kalian yang Allah jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka barang siapa yang memiliki saudara yang ada di bawah kekuasaannya, hendaklah dia memberikan kepada saudaranya makanan seperti yang ia makan, pakaian seperti yang ia pakai. Dan janganlah kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang berat, hendaklah kamu membantu mereka.” (HR Bukhari).

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement