REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Sukamta mempertanyakan sistem ketahanan dan keamanan siber milik pemerintah. Hal itu disampaikan setelah adanya laporan bawah sebanyak 230 ribu data pasien tes Covid-19 di Indonesia bocor.
"Jika klaim ini terbukti benar, maka ini kejahatan besar, kasus yang serius. Pencurian data saja sudah merupakan kejahatan, ditambah lagi ini data pasien Covid-19 saat pandemi seperti sekarang," ujar Sukamta saat dikonfirmasi, Ahad (21/6).
Komisi I telah berulang kali mengingatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait sistem keamanan siber. Pasalnya, hal seperti sudah beberapa kali terjadi, seperti diretasnya aplikasi Zoom dan dijualnya data pelanggan Tokopedia.
Sukamta menjelaskan, para peretas memanfaatkan celah ketika banyak pihak fokus dalam penanganan virus Covid-19. Hal tersebut juga dibuktikan lewat data BSSN mencatat yang adanya kenaikan serangan siber selama pandemi.
"Laporan IBM juga menunjukkan secara global terdapat kenaikan serangan siber hingga 6.000 persen dalam tiga bulan terakhir. Makanya kita jangan sampai lengah di situ," ujar Sukamta.
Menurutnya, pencurian data pribadi merupakan kejahatan yang serius. Sehingga ia meminta pemerintah, khususnya Kemenkominfo untuk memperkuat sistem ketahanan dan keamanan sibernya.
"Jadi, saya mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kominfo, BSSN serta pihak-pihak terkait agar segera melakukan investigasi dan digital forensik untuk mengungkap kasus ini, jika benar bisa menghukum pelakunya dengan perangkat hukum yang sudah ada," ujar Sukamta.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa data Covid-19 Indonesia diperjualbelikan di situs gelap. Data itu antara lain berupa tanggal laporan, status pasien, nama responden, kewarganegaraan, jenis kelamin, usia, nomor telepon, alamat tinggal, keluhan yang dialami, bahkan nomor induk kependudukan (NIK).
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membantah adanya kebocoran data terkait pasien Covid-19 di Indonesia. BSSN memastikan bahwa tidak ada akses ilegal yang telah dilakukan pihak tidak bertanggung jawab berkenaan dengan data pasien tersebut.
"BSSN telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas terkait untuk memastikan bahwa tidak ada akses tidak sah yang berakibat kebocoran data pada Sistem Elektronik dan aset informasi aktif penanganan pandemi Covid-19," ujar Juru Bicara BSSNN Anton Setiyawan dalam keterangan, Ahad (21/6).