Jumat 26 Jun 2020 17:13 WIB

Akademisi Unlam-UGM Dukung Pengembangan Food Estate Kalteng

Pengembangan food estate merupakan program tepat guna yang harus didukung

Program food estate merupakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempersiapkan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi lumbung pangan dan program tersebut berbeda dengan rice estate. Pengembangan food estate ini melibatkan sinergi tiga kementerian yakni Kementan, Kementerian PURP dan Kementerian Pertahanan.
Foto: Kementan
Program food estate merupakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempersiapkan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi lumbung pangan dan program tersebut berbeda dengan rice estate. Pengembangan food estate ini melibatkan sinergi tiga kementerian yakni Kementan, Kementerian PURP dan Kementerian Pertahanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi dari Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), Anis Wahdi, mendukung optimalisasi lahan rawa dan program jangka panjang food estate sebagai konsep pertanian modern yang memiliki pola intensifikasi di lahan eksisting. Menurut dia, pengembangan food estate merupakan program tepat guna yang harus didukung oleh semua pihak untuk peningkatan pangan berskala besar.

"Saya sangat mendukung optimalisasi lahan dan konsep food estate karena melibatkan langsung masyarakat lokal baik petani, peternak, pekebun serta pengusaha sebagai subyek. Terutama untuk pelibatan anak anak mudanya. Sekali lagi saya sangat mendukung," ujar Anis, Jumat (26/6).

Baca Juga

Alasan kedua, kata Anis, konsep food estate memungkinkan Indonesia mampu memproduksi pangan secara masif sekaligus mengendalikan sistem produksi komoditas keamanan pangan. Sebab kata dia, kata kunci keamanan pangan sangat erat kaitanya dengan persoalan yang ada.

"Nah, dari sisi wilayah Kalimantan sendiri sangat cocok karena memiliki posisi geografis di tengah wilayah Indonesia. Ini tentu akan memudahkan distribusi ke daerah-daerah lain. memang akan diperlukan inovasi teknologi budidaya untuk mengatasi kondisi lahan yang rata rata sub ortimal. tetapi justru itulah letak kekuatan integrasi tanaman-ternak. Apalagi pemerintah menyediakan sumber daya manusia yang unggul sebagai pelaku utamanya," beber Anis.

Disisi lain, menurut Anis, Konsep ini dinilai mampu memanfaatkan lahan pasca tambang yang sudah direklamasi beberapa waktu lalu. Terlebih pemilihan komoditas tetap pada integrasi tanaman ternak karena secara garis besar pasti digunakan pada konsep food estate.

Untuk itu, Anis berharap Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai leading sector penerapan konsep ini mampu menjalin koordinasi secara baik dengan lembaga dan kementerian lain yang juga ikut terlibat dalam program food estate.

Kementan, kata dia, harus bisa menjadi koordinator kelembagaan dan mendesain semua konsep awal food estate. Minimal memperhatikan empat hal (kewilayahan, pelaku utama, komoditas yang diintegrasika dan akses pasar. Kemudian mendorong peran anak muda yang ada di desa baik sarjana maupun nonsarjana.

"Ingat, data menunjukkan rata-rata 500 ribu petani kita berkurang setiap tahun. saya kira lewat food estate bisa menjembatani dan melahirkan petani petani muda yang lebih inovatif, berwawasan pasar dan akan menjamin kelangsungan ketersediaan pangan Indonesia, bahkan saya optimistis akan bisa ekspor," katanya.

Senada dengan Anis, Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM), Jangkung Handoyo Mulyo juga mendukung upaya Kementan dalam menjadikan Kalteng sebagai wilayah food estate. Namun, kata dia, upaya ini tetap harus dibangun di atas koordinasi yang erat antara pihak yang terlibat (kementerian, lembaga, dan para pemangku kepentingan) agar diperoleh hasil yang optimum.

"Resultante kinerja dari kerja sama terkoordinir itulah yang diperlukan masyarakat, bukan unjuk kerja individual sektoral," jelas Jangkung.

Menurut Jangkung, masing-masing  pihak harus melaksanakan bidang tugasnya dengan sebaik-baiknya untuk pencapaian tujuan bersama yang optimal. Oleh karenanya, diperlukan perubahan mindset bagi para pihak. Terutama mengenai orentasi (sempit) sektoral menjadi berpikir komprehensif yang bertujuan pada pencapaian tujuan bersama.

"Dengan kata lain, dari kerja individual sektoral menjadi kerja kolektif yang berbasis kerja sama yang terkoordinir," tutupnya.

Sebagai informasi, tahun 2020 pemerintah melakukan uji tanam pada lahan rawa seluas 30 ribu hektare di Kalimantan Tengah. Luasan itu terdiri dari 10 ribu hektare di Pulangpisau dan 20 ribu hektare di Kapuas. Langkah awal ini dikerjakan mulai tahun 2020 dengan pola intensifikasi di lahan eksisting, yang sudah memenuhi persyaratan agroekosistem dengan penerapan Good Agricultural Practices.

Adapun pendekatan konsep ini mencakup padi, sayuran, pepaya, jeruk, kelapa, ternak itik, sapi dan lain-lain. Artinya konsep ini bukan konsep monokultur padi atau rice estate semata. Sedangkan untul aktivitas pembangunan food estate dilakukan dengan pelibatan KemenPUPR yang akan membangun jaringan irigasi primer dan sekunder, Kementan membangun irigasi tersier dan kuarter, menyiapkan alat mesin pertanian dan saprodi, KemenBUMN menyiapkan pendanaan dan sekolah vokasi, Kemendes menyiapkan tenaga kerja, instansi terkait lainnya dan Pemda sesuai tugas dan perannya, termasuk Kemenhan akan membantu personel dari TNI saat dibutuhkan nanti.

Selanjutnya pada 2022-2024 membangun food estate berskala luas akan dibangun sekitar 700 ribu hektare di lahan rawa mineral di Kalimantan Tengah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement