REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan negaranya mengalami tahun yang paling tersulit tidak hanya pandemi virus corona, tapi juga sejumlah sanksi yang diterapkan Amerika Serikat (AS).
"Tahun ini menjadi yang paling sulit karena tekanan ekonomi musuh dan pandemi," kata Rouhani dalam pidatonya yang disiarkan televisi, Ahad (28/6).
Krisis virus corona memperburuk masalah ekonomi yang semakin sulit setelah Presiden AS Donald Trump menarik AS dari perjanjian nuklir Iran pada 2018 lalu dan menerapkan kembali sejumlah sanksi yang sebelumnya sudah dicabut. Pada Ahad ini, mata uang rial Iran berada di titik terlemahnya terhadap dolar AS.
"Tekanan ekonomi yang dimulai pada tahun 2018 semakin meningkat dan hari ini tekanan tersulit bagi negara tercinta kami," kata Rouhani.
Sejak Iran mulai melonggarkan sebagian kebijakan karantina nasional pada pertengahan bulan April lalu, jumlah kasus infeksi dan kematian akibat virus corona di negara itu meningkat tajam. Untuk pertama kalinya dalam dua bulan angka kasus kematian 100 per hari. Sejauh ini Iran sudah mengkonfirmasi 220 ribu kasus infeksi dan lebih dari 10 ribu kasus kematian.
Rouhani mengatakan mulai pekan depan pemakaian masker menjadi kewajiban di 'tempat-tempat pertemuan' yang dianggap 'pusat wabah'. Pejabat-pejabat pemerintah Iran rutin mengingatkan mereka akan kembali memberlakukan kebijakan pembatasan sosial untuk memutus rantai penularan.
Bila masyarakat tidak mematuhi kebijakan kesehatan seperti pembatasan sosial. Pada Sabtu (27/6) kemarin Iran meluncurkan kampanye untuk mendorong masyarakat memakai masker di ruang-ruang publik.