REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengklaim, bahwa seluruh fraksi Partai politik di DPR RI hampir satu pandangan untuk membentuk panitia khusus (Pansus) kasus Djoko Tjandra. Pansus menjadi pilihan dalam memperbaiki sistem.
"Jadi saya baca suasana seluruh anggota komisi III, yang 9 fraksi itu. Sama (ingin pansus) karena kita terpukul. Pansus menjadi pilihan dalam memperbaiki sistem," kata di Kompleks Parlemen RI, Selasa (14/7).
Hinca menjelaskan, dalam rapat yang digelar pada Senin (13/7) bersama Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dirinya telah menjelaskan usulan pembentukan pansus terkait Djoko Tjandra. Usulan itu menyusul kembali berhasilnya manuver Djoko Tjandra membuat paspor. Padahal, dia merupakan buron dan kini telah berwarga negara Papua Nugini.
"Kan kami berbisik, kita sepakat pansus. Saya bisikan ke Gokar, PAN, sebelah kiri saya Nasdem dan PPP. Jadi, yang minta pansus kan Benny (Politikus Demokrat), kemudian disambut Tobas (Taufik Basari dari Nasdem) setuju," kata Hinca.
Hinca mengklaim, berdasarkan pembahasan sejumlah oolitikus dari sejumlah parpol, kesetujuan ide atas pembentukan pansus Djoko Tjandra. Terlebih, Djoko yang merupakan buron korupsi kembali bermanuver.
Dari usulan itu, kata Hinca, pimpinan Komisi III DPR RI akan membahas terlebih dulu secara internal terkait usulan pembentukan pansus, setelah menggelar rapat bersama Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kemenkumham, dan Kemendagri.
"Tapi prinsipnya, ngomong di situ semua sepakat. Kemudian pimpinan bilang, kita bahas internal setelah kita rapat dulu yang empat ini, Kejagung, Kepolisian, Menkumham, Mendagri," ujar Hinca.
Djoko Tjandra diketahui kembali bermanuver. Setelah sebelumnya mendaftar peninjauan kembali (PK) ke PN Jaksel dan membuat KTP di Keluarahan Grogol, kali ini Djoko Tjandra membuat paspor di Kemendagri.
Buron BLBI yang juga terpidana kasus 'cessie' Bank Bali sebesar Rp 546 miliar itu masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan bahwa warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.
Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.
Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, dia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.