REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin meminta pemerintah satu suara soal izin pembukaan bioskop. Djonny mengatakan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sudah mengizinkan, namun sebaliknya dengan Gugus Tugas Covid-19.
Menurut Djonny, izin yang dikeluarkan beserta panduannya harus dibuat tegas dan jelas. Hal itu membuat pengusaha bioskop bingung.
"Kita bingung, tolong satu suara, Gugus Tugas merapat sama pemerintah, jangan ngomong sendiri, nggak bagus," kata Djonny saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (14/7).
Sebelumnya GPBSI menyatakan akan mengikuti peraturan pemerintah soal rencana izin pembukaan bioskop mulai 29 Juli. Salah satu protokol, yaitu tidak mengizinkan anak di bawah usia 9 tahun dan orang lanjut usia.
Djonny mengatakan, pihaknya akan tetap menghormati arahan pemerintah. Hanya saja, ia meminta tidak membuat bingung pengusaha.
"Bisa kasih tahu Kementerian Kesehatan, kasih tahu kami protokol kesehatan jadi nggak semuanya ngomong. Kami hormati, cuma caranya yang saya nggak suka, yang mana yang kami pegang," ujar Djonny.
Menurut Djonny, saat ini dia hanya berharap penuntasan izin pembukaan yang jelas. Soal film apa yang ditayangkan akan dibahas lebih lanjut, karena yang terpenting adalah kepastian izin buka.
Akibat pandemi Covid-19, bioskop tentu saja menelan banyak kerugian. Banyak biaya yang dikeluarkan per harinya, seperti operasional, sewa, dan lainnya.
Sementara itu, produser film Starvision Plus Chand Parwez Servia mengaku pernah ikut serta dalam simulasi pembukaan kembali bioskop. Ia menyebut, penerapan protokol kesehatan menjadi beban tersendiri dalam operasional bioskop.
"Setelah simulasi, bagi saya yang berusia 60, itu sudah nyaman," katanya.
Chand mengatakan, bioskop mengetatkan kebersihan gedung dan fasilitasnya dan mengurangi kapasitas penonton demi menjaga jarak fisik. Dengan kondisi seperti itu, ia melihat bioskop bukan dalam posisi diuntungkan, melainkan prihatin.
"Ongkos operasional besar, sementara pencapaian lebih sedikit, ini konsekuensi," ungkap Chand saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (14/7).