REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Yordania mengatakan kesepakatan antara Israel dan Uni Emirat Arab dapat mendorong proses negosiasi perdamaian yang terhenti jika kesepakatan itu mendorong Israel menerima negara Palestina di tanah yang Israel duduki dalam perang Arab tahun 1967.
"Jika Israel memperlakukannya sebagai insentif untuk mengakhiri pendudukan, maka akan menggerakan kawasan menuju perdamaian," kata Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi dalam pernyataannya, Jumat (14/8).
Safadi mengatakan kegagalan Israel dalam melakukan ini hanya akan memperdalam konflik Arab-Israel yang sudah berlangsung puluhan tahun serta mengancam keamanan kawasan secara keseluruhan. Namun Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak perjanjian itu. Juru bicaranya, Abu Rudeineh, membacakan pernyataan Abbas di Ramallah, Tepi Barat.
"Perjanjian itu mengkhianati Yerusalem, Al-Aqsa, dan kepentingan rakyat Palestina," katanya.
Safadi mengatakan kesepakatan itu harus diikuti langkah Israel untuk mengakhiri setiap langkah unilateral dalam menganeksasi Tepi Barat. Safadi menambahkan pendudukan hanya 'merusak prospek perdamaian dan melanggar hak-hak rakyat Palestina'.
"Kawasan sedang di persimpangan jalan, melanjutkan okupasi dan mengabaikan hak sah rakyat Palestina tidak akan membawa perdamaian atau keamanan," tambah Safadi.
Yordania kehilangan Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur dalam perang Arab-Israel tahun 1967. Yordania adalah negara Arab kedua setelah Mesir yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel.