Jumat 14 Aug 2020 22:49 WIB

Keterbukaan Informasi Publik untuk Wujudkan Good Governance

Masyarakat tidak tahu bahwa mereka punya hak untuk mendapatkan informasi yang mudah.

Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kemkominfo, Selamatta Sembiring
Foto: Istimewa
Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kemkominfo, Selamatta Sembiring

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat data yang mengungkapkan terdapat hubungan yang kuat antara terbukanya sebuah negara, keterbukaan informasi yang dilaksanakan dengan baik di sebuah negara, dengan kebahagiaan masyarakat di negara itu. Dalam tata pemerintahan, keterbukaan informasi akan mewujudkan tata Kelola pemerinya yang baik (good governance).

Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kemkominfo, Selamatta Sembiring mengatakan, kebahagiaan masyarakat merupakan esensi dari keterbukaan informasi. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang harus dilakukan dengan konsisten dalam konteks kepatuhan terhadap UUD 1945.

“Tujuan keterbukaan informasi publik itu supaya terjadi good governance di mana masyarakat berpartisipasi, hukum ditegakkan dengan baik, transparan, lalu ada kesetaraan dan daya tanggap, akuntabilitas, pengawasan publik, efektivitas dan profesionalisme,” kata Selamatta dalam webinar penyelenggaraan forum keterbukaan informasi publik Nusa Tenggara Barat, Kamis (13/8), berdasarkan rilisnya, Jumat (14/8).

Dalam Undang-Undang keterbukaan informasi publik, secara spesifik disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi dengan mudah, murah dan aktual. Oleh karena itu setiap badan publik diwajibkan untuk memberikan informasi publik tentang apa yang dikerjakan sampai pencapaian dari badan publik itu.

“Yang menjadi masalah dalam pengamatan kami yang memonitor keterbukaan informasi ini, masyarakat tidak tahu bahwa masyarakat ini punya hak. Hak itu masih sedikit digunakan untuk mengakses informasi publik. Masih di bawah 30 persen,” ujar dia.

Ia melanjutkan, di dalam terminologi komunikasi ada istilah yang disebut dengan asismetris informasi. Dikatakannya bahwa di dalam masyarakat itu faktanya kita lihat ada kelompok  yang miskin dan lemah, kelompok yang sedang atau menengah dan ada juga kelompok elit.

Faktanya biasanya kelompok elit dan menengah, terutama kelompok elit, menguasai banyak informasi sementara yang miskin biasanya leak of information atau kurang informasi.

“Asimetris informasi ini menyebutkan orang-orang yang menguasai informasi ini cenderung berpotensi untuk mengelabui orang-orang yang sedikit informasi,” ujar dia.

Keterbukaan informasi publik meskipun sudah berjalan baik namun harus tetap memiliki indikator yang jelas. Komisioner Komisi Informasi Pusat, Romanus Ndau Lendong mengatakan keterbukaan informasi harus terus dilakukan dalam kondisi apapun.

“KIP berpandangan informasi semakin terbuka semakin baik. Negara harus aktif membuka informasi secara jelas, terukur dan objektif. Apapun informasinya, itu penting untuk dibuka,” kata dia.

Dalam forum webinar kali ini, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dipilih oleh Kemkominfo sebagai tuan rumah webinar karena PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) NTB  dianggap berhasil melayani  memuat informasi tentang Covid-19. Webinar  menjadi benchmarking kepada provinsi-provinsi lain untuk sigap mengakomodasi situasi pandemik ke dalam pengelolaan informasi dan pelayanan informasi melalui PPID-nya.

“Pemerintah NTB mempunya portal PPID yang bisa diakses masyarakat. Dalam rangka inovasi, ada beberapa inovasi yang terus dikembangkan. Masyarakat bisa mengakses secara langsung informasi, seperti lewat aplikasi NTB Care, yaitu layanan berbasis mobile yang menjadi kanal komunikasi dan sharing informasi pemerintah dan masyarakat sekaligus media penanganan pengaduan yang cepat dan mudah, termasuk whistle blowing system,” ujar Kepala Dinas Kominfo Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement