REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Syadad, seorang putra dari Aad membangun Kota Dzat al-Imad di Aram. Kota ini merupakan megaproyek yang dimaksudkan Syadad sebagai penanding surga, namun setelah membutuhkan waktu 300 tahun lamanya membangun tak ada satu pun yang berhasil masuk ke dalamnya kecuali satu orang.
Suatu ketika seorang pemuda bernama Abdullah bin Qalaba tengah mencari untanya yang hilang. Ia berjalan ke sana ke sini untuk mencari untanya yang hilang hingga sampai ke wilayah Aad. Di tengah wilayah yang asing itu, ia menemukan sebuah kota yang dikelilingi parit.
Dalam buku Hayatul Qulub karya Sayyid Muhammad Baqir Al-Majlisi dijelaskan, Abdullah pun mendekat dan mengira kota itu berpenghuni sehingga ia bisa mencari informasi tentang untanya. Namun setelah mendekat, ia tidak berjumpa dengan siapapun yang hendak ke kota itu.
Kemudian, sampailah Abdullah di gerbang kota itu. Ia turun dari unta betinanya dan menambatkan hewan itu. Abdullah kemudian mengeluarkan pedang dari sarungnya dan berjalan memasuki kota. Ia melihat dua gerbang lagi yang jauh lebih tinggi dibandingkan yang pernah ditemui siapapun.
Gerbang itu tebuat dari kayu dupa dan bertatahkan batu rubi berwana kuning dan merah yang memancarkan sinar ke area sekitarnya. Melihat pemandangan ini, ia terpesona. Dibukanya pintu dan ia masuk. Ternyata ia menemukan sebuah kota lagi yang sama berkilau dan sama indahnya dengan kota pertama.
Ia melihat sejumlah istana di dalamnya yang dibangun dengan pilar-pilar bertatahkan zamrud dan rubi. Semua istana memiliki jendela, dan semuanya tersusun dari emas, perak, mutiara, rubi, dan zamrud. Gerbang istana ini pun serupa dengan gerbang di kota sebelumnya yang terbuat dari kayu dupa bertatahkan rubi.
Lantai istana bertaburkan mutiara, misik, dan safran. Ketika memandang ke dalam dan tidak menemukan satu orang pun, ia menjadi ketakutan. Istana itu dikelilingi kebun yang ditanami berbagai pohon buah-buahan. Sungai mengalir di bawah pepophonan itu. Abdullah mengira taman ini serupa dengan surga yang dijanjikan Allah bagi orang shaleh.
Abdullah pun bersyukur karena Allah memberinya kesempatan memasuki ‘surga’ di dunia. Kemudian, ia mengambil mutiara, misik, dan safran sebanyak-banyaknya. Tapi dia tidak berhasil mencabut sau pun rubi ataupun zamrud dari sana. Ia pun bergegas keluar menuju untanya, dan pulang ke Yaman.
Sesampainya di Yaman, Abdullah segera menceritakan perihal kota ‘ajaib’ yang dikunjunginya kepada teman-temannya. Dengan cepat, kisah itu tersebar dari mulut ke mulut hingga sampai ke telinga Muawiyah melalui Ka’ab bin Akhbar.
Ka’ab pun menjelaskan kepada Muawiyah bahwa kota yang didatangi Abdullah mirip dengan cerita tentang kota yang dibangun Syadad putra Aad. Itulah kota Iram yang disebut Allah di dalam Alquran dengan sebutan: tidak ada kota yang dibangun seperti kota itu.
Menurut Ka’ab, selain kaum Aad, ada satu orang lagi yaitu Aad yang pertama. Ia memiliki dua putra, yakni Syadid dan Syadad. Setelah Aad wafat, mereka menjadi penggantinya dan memperoleh kekuasaan yang membuat kawasan timur dan barat patuh kepada mereka.
Kemudian Syadid meninggal sehingga Syadad menjadi penguasa tunggal. Syadad merupakan kutu buku, maka ketika ia membaca gambaran tentang surga, tentang zamrud dan mutiara, serta karunia lainnya, ia lantas berniat membangun ‘surga’ yang setara dengan surga Allah. “Aku ingin menciptakan kembaran surga di bumi,” kata Syadad.
Ia pun ditanya dari mana asalnya emas, perak, dan batu-batu permata untuk mendirikan megaproyeknya yang dimaksud dan terkesan sombong itu? Maka Syadad pun menjawab: “Kalian tahu, aku ini penguasa dunia. Tunjuklah satu kelompok orang untuk masing-masing tambang. Tugas mereka adalah mengumpulkan hasilnya sebanyak mungkin, dan kumpulkan semua emas dan perak milik masyarakat,”.
Kemudian, rencana itu pun dijalankan. Pembangunan kota itu pun menghabiskan waktu selama 300 tahun. Pada saat itu, usia Syadad sudah menginjak 900 tahun. Orang-orang mengabarkan bahwa tugas membangun ‘surga’ telah rampung. Dan Syadad segera memerintahkan mereka untuk membuat parit di sekeliling kota dan mendirikan seribu kastil di pinggirannya.
Lalu, Syadad mengeluarkan perintah kepada warganya untuk pindah ke Dzat al-Imad itu dengan menyiapkan perjalanan selama 10 tahun. Ketika sudah mendekati Dzat al-Imad, tiba-tiba Allah mengutus suara dari langit yang membuat mereka semua mati, termasuk Syadad.
Maka, betapa takjubnya Muawiyah ketika diberitahu ada seorang rakyatnya dari golongan Muslim, dengan wajah merah, rambut merah, perawakan pendek, dan leher ramping dapat memasuki kota itu. Bahkan dapat masuk hanya untuk mencari untanya.
Ibnu Babawyh dalam kitab Al-Mua’amirun menjelaskan, Hisyam bin Sa’ad berkata: “Aku melihat batu di Alexandria yang berterakan tulisan. Tulisan itu berbunyi: “Aku adalah Syadad, putra Aad. Aku yang membangun kota Dzat al-Imad. Tidak ada kota yang menyerupainya. Aku telah menggalang pasukan besar dan menaklukkan tanah demi tanah dengan kekuatanku. Dan kudirikan istana-istana Iram, pada masa, ketika tiada orang berusia tua atau mati. Dan batu-batu seperti bunga. Dan aku tenggelamkan ke lapisan kedua belas sehingga tak ada seorang pun yang bisa menyelamatkannya. Tetapi, umat Muhammad akan mengeluarkannya.”
Di manakah Iram?
Keberadaan Dzat Al-Imad disebutkan dalam Alquran surat Al-Fajr ayat 17:
إِرَمَ ذَاتِ ٱلْعِمَادِ Arab-Latin: Irama żātil-'imād “(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi.”
Syekh Wahbab az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Wajiz, menjelaskan Ad adalah masyarakat Ar Ramilah yang terletak di Ar Rubu’ Al Khali, antara Hadramaut dan Najran di arah timur Jazirah Arab. Nabi mereka adalah Hud.
Syekh Al-Bassam ditanya ketika mengajar di Masjidil Haram pada 23/2/1418 H, tentang apakah itu Iram yang memiliki bangunan tinggi ? Syekh menjawab, ”Ia adalah negara Ad, kaumnya Hud ia terletak di Ar Rubu’ Al Khali yang dekat dengan Hadramaut dan Al Ahqaf itulah yang disebut An Nufud atau Ar Rimal yang menyerupai dengan gunung tinggi yang meliuk-liuk.
Syekh Dr Muhammad Sulaiman Al Asyqar dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir menjelaskan Kaum ‘Ad penduduk kota Iram, nama lain dari kaum ‘Ad. Yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, penghuni kemah-kemah yang tinggi.
Ini adalah ungkapan ironi untuk orang-orang yang membanggakan kekayaan mereka di tanah Al ‘aisy yang rumah mereka terbuat dari pasir yang berada di tanah Ahqaf antara Oman dan Hadramaut.