REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung telah melimpahkan berkas kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (17/9). Meski begitu, Indonesia Corruption Watch (ICW) tetap mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih kasus skandal Djoko Tjandra.
"ICW sampai saat ini masih konsisten untuk mendorong agar KPK berani mengambil alih penanganan perkara yang ada di Kejaksaan Agung dan Kepolisian," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kamis (17/9).
Kurnia melanjutkan, ICW juga mempertanyakan kelengkapan proses penyidikan kasus tersebut di Kejaksaan Agung. Sebab, ICW menilai ada dua hal yang belum tampak dalam perkembangan penyidikan. Pertama, apakah Kejaksaan Agung sudah mendalami ihwal kemungkinan akan adanya 'orang besar' di balik Pinangki Sirna Malasari
"Sebab, mustahil seorang Djoko Tjandra, buronan kelas kakap, langsung begitu saja percaya kepada Pinangki," ujarnya.
Kedua, lanjut Kurnia, jika mengikuti alur perkembangan penyidikan, Pinangki diketahui membantu Djoko Tjandra dalam mengurusi fatwa di Mahkamah Agung. ICW juga mempertanyakan apakah Kejaksaan sudah mendeteksi bahwa ada dugaan oknum internal MA yang bekerjasama dengan Pinangki untuk membantu urusan tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejakgung resmi melimpahkan perkara korupsi dan pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (17/9). Jaksa Pinangki diduga menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS atau setara Rp7,5 miliar dari Djoko Tjandra.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Hari Setiyono mengatakan dalam berkas perkara disebutkan tersangka Pinangki, bakal didakwa kumulatif. Hari mengatakan mengacu berkas perkara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menebalkan sangkaan Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat (1) a UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 31/1999-20/2001, sebagai dakwaan primer kesatu.
Sedangkan pada sangkaan subsider ke satu, JPU menebalkan Pasal 11 UU Tipikor. Adapun dakwaan kedua, JPU menereapkan Pasal 3 UU TPPU 8/2010. Dan dakwaan ketiga, JPU menebalkan Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat (1) a, dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Tipikor.
"Pelimpahan berkas perkara tindak pidana korupsi dan TPPU, atas terdakwa (jaksa) Pinangki Sirna Malasari, dilakukan bersama dengan tim penuntutan dari Kejaksaan Agung, dan tim jaksa penuntutan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat," jelas Hari dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (17/9).
Pinangki ditetapkan tersangka pada Selasa (11/8). Dalam penyidikan di JAM Pidsus Kejakgung, tersangka jaksa Pinangki dituduh menerima uang 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra. Uang tersebut, diberikan lewat perantara tersangka Andi Irfan. Diduga, uang tersebut sebagai panjar pengurusan fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra. Terkait pemberian uang tersebut, penyidik, pun menjerat Pinangki dengan sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Djoko Tjandra, adalah terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali 1999. Dalam kasus tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 904 miliar. Pada 2009, MA pernah memvonisnya bersalah dan menghukumnya selama dua tahun penjara. Tetapi, Djoko Tjandra berhasil kabur sehari sebelum vonis dibacakan. Sebelas tahun buronan, pada 30 Juli 2020, Djoko Tjandra, berhasil ditangkap.