REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai perlu adanya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Hal tersebut menyusul kekhawatiran adanya klaster Covid-19 di dalam pelaksanaan tahapan Pilkada nanti.
"Memang perlu ada dorongan untuk perubahan di level UU, salah satunya dengan mengeluarkan Perppu," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati di Jakarta, Ahad (20/9).
Menurutnya, Perppu bisa mengatur beberapa hal teknis seperti mekanisme sanksi yang lebih tegas atau menerapkan special voting arrangement. Seperti, sambung dia, membolehkan memilih lewat pos, memperpanjang waktu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau pemilihan pendahuluan.
Dia mengatakan, bahwa salah satu tantangan dalam Pilkada di tengah pandemi saat ini adalah UU Pilkada. Dia menjelaskan, UU tersebut masih mengatur teknis penyelenggaraan pilkada dalam situasi yang normal.
"Sehingga KPU tidak punya ruang gerak yang bebas dalam menyusun PKPU," katanya.
Dia mengatakan, situasi pelaksanaan tahapan Pilkada tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga sulit jika hanya mengharapkan regulasi pada tataran PKPU saja. Kendati, Perludem tetap menilai bahwa penundaan pelaksanaan Pilkada adalah keputusan ideal yang diambil di tengah pandemi saat ini.
"Kalau semakin memperburuk situasi penyebaran Covid-19 lebih baik ditunda saja, jangan sampai mempertaruhkan kesehatan publik," katanya belum lama ini.
Sebelumnya, draf Perppu untuk penegakan pelanggaran protokol Covid-19 pada Pilkada 2020 tengah dibahas DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu. Perppu dibahas dengan tujuan agar masyarakat tidak tertular Covid-19 selama tahapan Pilkada 2020.