Kamis 15 Oct 2020 23:14 WIB

Bamsoet Minta Penolakan UU Ciptaker tak Melebar

Ketua MPR minta penolakan UU Ciptaker tak melebar ke arah yang merugikan masyarakat.

Red: Bayu Hermawan
Bamsoet usai memimpin Rapat Konsultasi Pimpinan MPR RI dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Manoarfa, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (22/9/). Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan perlunya grand design pembangunan yang rekonsiliatif, holistik, dan terintegrasi untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan (termasuk pemberdayaan perempuan) di Papua.
Foto: MPR
Bamsoet usai memimpin Rapat Konsultasi Pimpinan MPR RI dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Manoarfa, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (22/9/). Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan perlunya grand design pembangunan yang rekonsiliatif, holistik, dan terintegrasi untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan (termasuk pemberdayaan perempuan) di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pengunjuk rasa yang hingga kini masih berencana melakukan aksi, untuk menyampaikan pasal-pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menyebabkan keberatan. Bamsoet mengatakan, hal itu agar persoalan tidak melebar.

"Kami mengingatkan masyarakat yang akan melakukan aksi demo penolakan disahkannya UU Cipta Kerja untuk menyampaikan pasal-pasal mana saja yang menjadi keberatan, agar tuntutan tidak melebar ke arah yang merugikan masyarakat," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (15/10).

Baca Juga

Para pengunjuk rasa pun diingatkan agar dalam menyampaikan aspirasi tetap tertib, tidak melakukan kekerasan serta menerapkan protokol kesehatan. Untuk menjawab penolakan terhadap UU Cipta Kerja, ia mendorong Pemerintah agar membuka dialog dan diskusi dengan masyarakat yang mengajukan tuntutan terkait isu dalam UU Cipta Kerja yang menjadi sumber penolakan.

Ke depan, Pemerintah dimintanya berkomitmen menampung aspirasi yang disampaikan dalam menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja serta melibatkan akademisi, sehingga peraturan turunan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara publik.