REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pihak dikabarkan akan menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja pada 28 Oktober mendatang, atau bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens meminta jangan sampai aksi unjuk rasa diwarnai kericuhan dan aksi anarkis.
Menurutnya, aksi massa itu memang bagian dari partisipasi politik dalam demokrasi, namun hindari anarkisme sebagaimana dalam aksi 8 dan 13 Oktober lalu. "Namun jika terjadi anarkis tentunya semua itu tidak mencerminkan kedewasaan dalam berdemokrasi dan hanya merusak citra kaum muda sendiri," ujarnya, Senin (27/10).
Selain itu, Boni mengajak ormas dan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebaiknya menghimbau para anggota dan simpatisannya untuk melakukan peringatan sumpah pemuda dengan cara yang lebih elegan dan tidak mengganggu kepentingan umum.
Menurutnya, kalau memang betul ada agenda turun ke jalan pada 28 Oktober 2020, rancanglah suatu aksi protes yang lebih cerdas dan damai, bukan aksi brutal dan anarkis.
"Tunjukkan bahwa KAMI benar-benar ingin mengambil bagian di dalam proyek membangun bangsa dan negara meski melalui jalan yang berbeda," katanya.
Dia mengatakan bahwa berbeda itu normal, tetapi menabrak norma dan hukum yang berlaku hanya supaya kelihatan "berbeda" itu tidak normal. "Pemerintahan dalam sistem demokrasi membutuhkan kritik dan evaluasi dari oposisi. Maka, peran masyarakat sipil harus menonjol dalam memberikan evaluasi, tetapi dengan cara-cara yang tidak melawan hukum supaya tidak kontraproduktif," tegasnya.