REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Kamran Dikarma, Febrianto Adi Saputro, Antara
Masalah efikasi vaksin Covid-19 dari Sinovac kembali menjadi perbincangan. Efikasi vaksin Covid-19 Sinovac dilaporkan lebih efektif jika jarak vaksin kedua diberikan tiga pekan setelah suntikan pertama.
Kendati demikian, Kemenkes telah memutuskan bahwa vaksin Covid-19 dosis kedua tetap diberikan 14 hari usai suntikan pertama. Kemenkes mempertimbangkan lebih cepat vaksin kedua diberikan, maka lebih baik.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, menilai, pemberitaan di Bloomberg masih dalam tahap penelitian. Ia mengakui memang ada rentang waktu peningkatan efikasi vaksin yaitu antara 14, 21 atau maksimal 28 hari.
"Jadi, kelipatan tujuh hari (peningkatan efikasi) tetapi Indonesia mengambil keputusan 14 hari karena lebih cepat lebih baik," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (19/1).
Ia menambahkan, pemerintah Indonesia memilih rentang waktu vaksin dosis kedua dengan imunisasi dosis pertama selama 14 hari. Sebab, jika memilih 28 hari atau hampir sebulan, pihaknya khawatir masyarakat Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama justru lupa harus kembali divaksinasi dosis kedua. Alhirnya dia tidak mendapatkan vaksinasi kedua.
"Jadi kami lebih cepat menyelesaikan vaksinasi. Toh, vaksin itu akan berproses dalam tubuh untuk meningkatkan efikasinya," kata perempuan yang juga menjabat juru bicara vaksin Covid-19 dari Kemenkes ini.
Terkait mempercepat vaksin bisa mempengaruhi kemampuan kekebalan vaksin atau tidak, ia menegaskan tidak mempengaruhi efikasinya.
China Sinovac Biotech Ltd membela kemanjuran vaksin Covid-19 yang dikembangkannya, yakni CoronaVac. Ia mengklaim vaksinnya bekerja lebih efektif jika terdapat jeda lebih lama saat pemberian suntikan pertama dan kedua.
"Kemampuan vaksin untuk melindungi pekerja medis dalam wabah aktif dapat meningkat secara signifikan jika mereka diberikan antara 21 atau 28 hari," kata Sinovac dalam sebuah pernyataan kepada Bloomberg pada Senin (18/1).
Sinovac mengungkapkan, hampir 1.400 dari 13 ribu sukarelawan yang berpartisipasi dalam uji klinis CoronaVac menerima dosis pertama dan kedua dengan jeda tiga pekan. Sementara sebagian besar sukarelawan yang berbasis di Brasil menerima suntikan kedua dengan jeda dua pekan.
Menurut Sinovac, tingkat perlindungan untuk kelompok lebih kecil hampir 20 poin persentase lebih tinggi dibandingkan pada mayoritas dengan tingkat 50,4 persen. Penjelasan Sinovac muncul setelah adanya tingkat kemanjuran yang berbeda di empat lokasi uji klinis.
Hal itu memicu kekhawatiran tentang apakah CoronaVac, yang telah disetujui penggunaannya di sejumlah negara, ampuh mencegah atau menangkal Covid-19. Uji coba di Indonesia dan Turki menunjukkan tingkat kemanjuran mulai dari 65 persen hingga lebih dari 90 persen.
Namun sebagian besar dianggap tak meyakinkan karena peserta yang terlibat dalam uji klinis tahap ketiga, termasuk jumlah kasus Covid-19 di negara terkait, lebih kecil dan sedikit. Dalam keterangannya Sinovac mengatakan uji klinis tahap akhir CoronaVac yang terbesar dilakukan di Brasil. Peserta atau sukarelawan yang terlibat adalah pekerja medis yang merawat pasien Covid-19.
Mereka dipilih dan dilibatkan karena menghadapi paparan yang lebih tinggi terhadap patogen sangat menular. Tingkat kemanjuran dua dosis CoronaVac meningkat saat diberikan dengan jeda tiga pekan.
Suntikan eksperimental setidaknya harus 50 persen efektif dalam mencegah Covid-19 sebelum disetujui untuk penggunaan umum. Terlepas dari inkonsistensi dalam tingkat kemanjuran yang diumumkan secara publik CoronaVac terus disetujui untuk digunakan. Brasil adalah negara terbaru yang menyetujuinya pada Ahad (17/1) lalu.
Chile, Filipina, Thailand, Hong Kong, dan Singapura memiliki kesepakatan pembelian CoronaVac. Regulator di Filipina dan Hong Kong telah meminta data lebih lengkap sebelum menerima paket vaksin.