REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi mengisyaratkan menolak Revisi Undang-Undang Pemilu. Peneliti Formappi, Lucius Karus menilai, sikap Jokowi menolak RUU pemilu bisa dimaklumi. Sebab, ia sudah tak ada kepentingan untuk Pilpres 2024.
"Sikap Presiden Jokowi yang terlihat kurang setuju dengan rencana revisi UU Pemilu bisa dimaklumi. Sebagaimana dia katakan, faktor ia tak mungkin lagi dicalonkan sebagai Presiden membuatnya tak merasa punya kepentingan dengan revisi UU Pemilu itu," katanya, Jumat (5/2).
"Ia juga mengingatkan soal masa pemberlakuan sebuah UU yang mestinya bisa lebih lama, jadi tak perlu setiap periode direvisi. Masuk akal sih alasannya," tambah dia.
Lucius mengatakan, dalam perjalanannya selama ini revisi UU Pemilu memang selalu berubah setiap periode. Sebab, parpol dan penguasa terlihat menjadikan UU Pemilu sebagai instrumen utama untuk menyambut Pemilu.
"UU Pemilu sebagai bagian dari strategi pemenangan pemilu. Itulah yang membuat setiap periode, UU ini selalu dirubah," ucapnya.
Dengan itu, kata Lucius, terlihat bahwa kepentingan penyusunan UU Pemilu setiap periode bukan pada upaya penguatan pemilu atau demokrasi. Tetapi justru bagaimana parpol-parpol bisa mencapai target kemenangan di Pemilu terdekat.
"UU Pemilu menjadi alat strategi pemenangan partai-partai," ujar Lucius.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumpulkan mantan tim suksesnya di Pilpres 2019 lalu pada Kamis (28/1). Sekitar 15 orang anggota TKN diundang Jokowi ke Istana Negara. Para anggota TKN mayoritas berbatik dan masker berkumpul di salah satu ruangan Istana sebelum bertemu dengan Jokowi.
Dalam pertemuan itu, Jokowi membicarakan sejumlah isu terkini. RUU Pemilu menjadi salah satu pembahasan karena sedang hangat. Jokowi mendengar masukan dan aspirasi dari mantan anggota TKN.
Jokowi menyampaikan pandangannya terkait isu RUU Pemilu ini. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengisyaratkan menolak revisi UU Pemilu. Khususnya aturan yang menyangkut gelaran pilkada digelar pada 2022 dan 2023.