REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mensinyalkan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dia mengapresiasi, beberapa regulasi seperti Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Namun, menurutnya, sistem hukum yang berlaku belum cukup sistematis dan menyeluruh untuk mampu mencegah, melindungi, memulihkan, dan memberdayakan penyintas kekerasan seksual. "Saat ini, ribuan penyintas masih menunggu keadilan yang belum mereka dapatkan karena masih adanya celah dalam peraturan-peraturan yang sudah ada sebelumnya," kata Bintang dalam keterangan pers kepada wartawan, Selasa (1/6).
Bintang mengkhawatirkan, nasib perempuan dan anak yang rawan menjadi korban kekerasan seksual. Tanpa sistem pencegahan yang holistik, kata dia, kelompok rentan lainnya, terutama perempuan dan anak sedang terancam masa depannya karena sangat rawan menjadi penyintas selanjutnya.
Bintang menilai, keberadaan RUU PKS sangat dibutuhkan untuk mengisi celah hukum yang masih ada. Misalnya aspek pidana, dan aspek pemulihan. Di samping itu, menurutnya pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk menghapuskan kekerasan seksual juga perlu ditumbuhkan.
"RUU PKS menjadi penting untuk segera disahkan agar dapat menutup dan menyempurnakan celah-celah ini. Dengan demikian, kita dapat melindungi bangsa kita dengan menciptakan sistem pencegahan, pemulihan, penanganan, rehabilitasi yang benar-benar dapat menghapuskan kekerasan seksual," ujar Bintang.
Sebagai leading sector dari pihak pemerintah terkait RUU PKS, Kementerian PPPA terus menghimpun dukungan dari berbagai sektor. Kementerian PPPA menyuarakan pentingnya pengesahan RUU PKS.
"Ini sudah tidak dapat ditunda lagi. RUU PKS bukan hanya permasalahan bagi perempuan dan anak saja, tetapi juga menyangkut kepentingan semua pihak," tegas Bintang.